Naskah Skenario ini saya tulis tahun 2004. Saat itu saya masih kuliah S-1, semester 4 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Banyak kelemahan tentu, tetapi ini adalah bagian dari proses yang mesti saya lalui. Saya harus banyak belajar dari kelemahan, belajar dari kekurangan, dan lebih banyak belajar lagi kepada para penulis senior.
Terimakasih banyak kepada Ibu Titin Suryani, produser Lunar Jaya Film yang telah memberi kesempatan untuk berkarya.
Kepada Sutradara Mas Prawoto Subur Rahardjo dan Bang Amrin Lubis juga terimakasih banyak.
Para senior dan rekan-rekan yang main dalam FTV ini, tentu saja terimakasih banyak dan salam kangen: Wa Kabul, Mas Baron Hermanto, Mbak Tasya, Yulia, dan semuaya.
Pun untuk para senior dan rekan-rekan crew: Bang Zacky Artha (Astrada) Bang Agus Penas (Cameraman), Mas Dono, dan semuanya.
Berbeda dengan NASKAH DRAMA PANGGUNG yang saya persilahkan untuk digarap.
Sedangkan NASKAH SKENARIO ini tidak diperkenankan digarap. Hanya untuk bahan perbandingan, terutama bagi yang baru mau belajar menulis skenario.
Kalau membutuhkan naskah skenario untuk digarap, silahkan kontak saja. Saya punya beberapa naskah skenario yang belum pernah digarap oleh PH manapun.
Jangan lupa, tolong dibantu klik Subscribe Chanel Youtube
WADAL BUTA HÉJO
Cerita/Skenario: Dhipa Galuh Purba
FADE OUT
FADE IN
01. INT. GOA
SEDA. MALAM.
Aceng
duduk bersila dengan khusuk. Wajahnya tidak kelihatan.
Tiba-tiba
ruangan goa bergetar. Tubuh Aceng berubah menjadi besar, dan tak lama kemudian
menjadi buta. Lalu berdiri, membalikan tubuh. Tampak wajahnya sangat
menyeramkan.
CUT
02. INT. KAMAR RUMAH AMANTA.
MALAM
Amanta
dan Istrinya sedang berbincang-bincang, sambil memperhatikan anaknya (berusia
5-7 tahun) yang tengah tidur dengan pulas.
AMANTA
Keadaannya sudah agak membaik. Untung saja tadi sore
Pak Aceng memanggil Mantri. Kalau tidak, entahlah…
ISTRI AMANTA
Pak Aceng memang orang baik. Dia menolong kita tanpa
pamrih apa-apa.
AMANTA
Ya, sekarang kita bisa bernapas dengan lega, karena
Pak Aceng pun memberikan santunan yang cukup besar. Cukup untuk biaya hidup
satu bulan.
ISTRI AMANTA
Andaikan saja semua orang kaya itu seperti Pak
Aceng…
CUT
03. EXT. TENGAH HUTAN. MALAM.
Buta
Hejo berjalan. Setiap langkahnya mengeluarkan suara yang bergemuruh. Wajahnya
tampak garang.
CUT
04. INT. POS RONDA. MALAM.
Empat
orang ronda: Oding, Adang, Etom, dan Isak, sedang main gapleh. Tiba-tiba
semuanya menguap. Mereka diserang oleh rasa kantuk yang luar biasa, sehingga
dalam waktu sekejap, mereka tertidur. Kartu gapleh masih ada dalam pegangan
tangannya. Ada
juga yang terjatuh berserakan.
CUT
05. EXT. BATAS DESA. MALAM.
Buta
Hejo menghentikan langkahnya. Lalu melemparkan pandangannya ke Kampung Ranca
Katel. Matanya seperti yang sedang mencari-cari sesuatu.
DISOLVE
06. EXT. PEKARANGAN RUMAH.
MALAM.
Di
depan pintu, Istri Amanta berdiri sambil menuntun anaknya. Tiba-tiba ada kereta
kuda bercorak emas yang berhenti, tepat di depan pekarangan rumah Amanta.
Penumpangnya adalah seorang perempuan cantik, dengan mengenakan pakaian yang
mirip seorang raja di jaman kerajaan. Dia adalah DURGAPATI, Patih Kerajaan Siluman
Buta Hejo yang sedang menyamar menjadi manusia.
DURGAPATI
turun dari kereta kuda.
DURGAPATI
Aku datang untuk menjemput anakmu.
ISTRI AMANTA
(Ketakutan) Tidak…! Tidak…! Aku tak akan memberikannya.
DURGAPATI
Anakmu telah memakan hartaku. Artinya dia harus
turut serta kepadaku, untuk menjadi penghuni kerajaan Buta Hejo.
ISTRI AMANTA
Tidak…! Jangan…!
DURGAPATI
menghampiri Istri Amanta. Lalu memegang pergelangan tangan anak Amanta. Terjadilah
adegan saling tarik-menarik tangan. Sampai akhirnya istri Amanta tak dapat
mempertahankan anaknya.
ISTRI AMANTA
(Menjerit, memanggil nama anaknya) Ipoooong….!
CUT
07. INT. KAMAR RUMAH AMANTA.
MALAM
Istri
Amanta terjaga dari tidurnya.
ISTRI AMANTA
Jangaaan…!
Istri
Amanta mengusap wajahnya. Tampak Amanta dan anaknya masih tertidur dengan
nyenyak. Istri Amanta sadar kalau dirinya baru saja bermimpi buruk. Lalu ia
memeluk tubuh anaknya.
Selang
beberapa saat, tiba-tiba Buta Hejo telah muncul di dalam kamarnya.
Istri
ISTRI AMANTA
(tangannnya meraba wajah Amanta) Kang…
Buta
Hejo mengulurkan tangannya ke arah anak Amanta. Lalu mengambil anaknya Amanta. Istri
Amanta tak bisa berkutik. Ia berteriak histeris dan langsung pisan.
Buta
Heho segera meninggalkan kamar Amanta, bersamaan dengan Amanta yang terjaga
dari tidurnya.
AMANTA
(mencoba membangunkan istrinya) Ke mana Si Ipong?
Istri
Amanta membuka mata perlahan-lahan.
Amanta menatapnya.
CUT
08. EXT. RUMAH AMANTA. MALAM.
E.S.
Rumah bilik Amanta, yang terletak di antara rumah-rumah lainnya. Keadaan
hening, sampai tiba-tiba terdengar suara teriakan Istri Amanta.
O.S. ISTRI AMANTA
Aakh…!
O.S. AMANTA
Ipooong…!
Suasana
menjadi riuh. Bunyi kentongan mulai terdengar. Orang-orang mulai ke luar dari
rumahnya masing-masing, menuju rumah Amanta.
DISOLVE
09. INT. RUMAH AMANTA. SIANG.
Istri
Amanta menangis terisak-isak, dikerubuti para tetangganya. Amanta pun hanya
duduk termenung. Para tetangga tak
henti-hentinya silih bergantian melayat Amanta, yang sedang berduka cita.
Aceng,
Oding, Lurah Ukar, Ulis Kowi, dan beberapa orang warga duduk bersila sambil
berbincang-bincang.
ACENG
Tidak akan salah lagi. Di kampung kita pasti ada
orang yang munjung pada Buta Hejo.
LURAH UKAR
Jangan dulu berburuk sangka. Masa iya di jaman
modern sepertio sekarang ini, masih ada orang yang gitu-gituan.
ACENG
Lho, buktinya?
ULIS KOWI
Benar, Pak Lurah. Bi Nasih melihat dengan mata
kepala sendiri (melirik ke arah Istri Amanta).
ODING
Dan kalau tidak dihakan sama Buta Hejo, lalu ke mana
lenyapnya Si Ipong?
LURAH UKAR
Entahlah. Sulit untuk dipercaya…
CUT
10. EXT. PANGKALAN OJEK. SIANG
Beberapa
oang tukang ojek, tengah membicarakan hal ikhwal Buta Hejo
BEYONG
Kenapa tidak percaya? Di jaman serba werit ini, apa
pun bisa dilakukan demi memperhankan hidup.
ENGKOS
Tapi kalau saya mah, daripada ngabuta, lebih baik
tetap ngojeg saja. Biar hasilnya pas-pasan, yang penting halal…
ENJO
Saya sih tidak pernah percaya dulu, sebelum
menyaksikan dengan mata sendiri.
Tiba-tiba,
ada seorang penumpang yang berjalan ke arah pangkalan ojeg. Enjo dengan sigap,
menghidupkan motornya.
ENJO
Mari, Kang. Naik ojek?
PENUMPANG
Iya, Mang. Mau ke kampung… apa ya namanya?
ENJO
Lho, mana saya tahu.
PENUMPANG
Maksud saya, mau ke kampung yang ada Buta Hejonya
itu…
ENJO
Oh, mau ke Cigorowek.
PENUMPANG
Nah, tahu kan .
ENJO
Ida dong. Sejak pagi hari, saya udah narik sepuluh
orang yang sengaja mau nonton Buta Hejo.
PENUMPANG
O ya? Jadi Buta Hejonya beneran ada?
ENJO
Ayo naik. Entar lihat aja sendiri.
Penumpang
mau naik ke atas jok motor Ento. Namun baru saja mengangkat kakinya, tiba-tiba
Enjo menarik gas-nya. Si Penumpang terpelanting, dan jatuh tersungkur.
Sedangkan Enjo terus saja maju, mengira penumpangnya sudah naik.
CUT
11. EXT. JALANAN DESA. SIANG.
Motor
Enjo meluncur dengan perlahan. Enjo belum sadar, jika penumpangnya ketinggalan.
Maka dari itu, Enjo mengajak berbincang-bincang.
ENJO
Kalau saya mah, tidak takut sih sama Buta Hejo teh.
Satu tahun yang lalu, saya pernah bertarung dengan Buta Hejo yang menyamar menjadi
semut.
Tidak
ada jawaban.
ENJO
Memangnya Akang dari mana sih?
Tidak
ada jawaban. Enjo jadi muak, karena sejak tadi omongannya tidak digubris. Lalu
menengok ke belakang. Enjo kaget. Enjo mengerem motornya. Lalu memeriksa
penumpangnya yang dianggap hilang.
ENJO
Lho, ke mana ya?
Tiba-tiba
wajah Enjo menjadi pucat. Lalu Enjo berlari sambil berteriak ketakutan.
ENJO
Tolooong…! Ada
juriiig…! Tolooong…!
CUT
12. EXT. JALANAN LAIN. SIANG.
Lurah
Ukar dan Ulis Kowi sedang berjalan. Tiba-tiba terdengar suara Enjo yang
berteriak ketakutan. Enjo sampai ke hadapan Lurah Ukar dan Ulis Kowi.
ENJO
Tolong Pak Lurah. Tolong…
LURAH UKAR
ENJO
ULIS KOWI
Di mana?
ENJO
Tadi dia naik motor saya.
Lurah
Ukar dan Ulis Kowi saling berpandangan.
Tiba-tiba
ada motor Beyong melewati mereka, sambil membonceng penumpang yang ketinggalan.
ENJO
Nah itu dia, Pak Lurah! Itu dia Buta Hejonya…!
(Kepada Beyong) Yong, cepat turunin Buta Hejo itu…!
Beyong
tidak mengindahkan Enjo. Ia terus saja meluncur.
LURAH UKAR
Dasar tukang mabok. Orang beneran disebut Buta Hejo.
(Kepada Ulis Kowi) Ayo.
Lurah
Ukar meneruskan perjalanannya, diikuti Ulis Kowi.
Enjo
bingung. Ia mencoba menggigit jarinya. Lalu meringis kesakitan.
CUT
13. INT. DAPUR RUMAH ACENG.
SIANG.
Sosok
tangan itu menyembelih ayam putih. Darah bercucuran dari leher ayam.
Fokus
Shot: Darah yang mengucur itu, berubah menjadi lembaran uang seratus ribuan,
berhamburan.
OS. ACENG
(Tertawa terbahak-bahak) Ha ha ha…
DISOLVE
14. EXT. HALAMAN RUMAH JUMENA.
SIANG.
Rumah
Jumena terlihat cukup megah.
Jumena
dan Rohimah (istrinya) turun dari mobil. Mereka tampak baru saja berbelanja.
ROHIMAH
(memanggil pembantunya) Bi…! Bi…
Tak
lama kemudian, muncul Bi Iwah (pembantu), dari dalam rumah.
BI IWAH
Iya, Non…
ROHIMAH
Tolong bantuin, Bi.
Tolong bantuin, Bi.
Bi
Iwah membantu Rohimah menurunkan belanjaannya.
Tiba-tiba,
Aceng muncul, membawa tiga buah kepapa muda.
ACENG
Punten…
JUMENA
Mangga. Oh, Pak Aceng. Silahkah masuk, Pak. Apa ada
yang bisa saya bantu?
ACENG
Ahm tidak ada apa-apa, kok. Kebetulan aja lewat,
barusan pulang dari kebon.
JUMENA
O ya? Silakan duduk, Pak.
Aceng
duduk di kursi yang berada di teras rumah.
ACENG
Sebagai pribumi, saya baru sempat mengucapkan
selamat datang pada Pak Jumena.
JUMENA
Seharusnya saya yang tahu diri. Maafkan saya, Pak,
belum sempat berkunjung ke rumah Bapal. Padahal, saya sudah hampir dua minggu
tinggal di Cigorowek.
ACENG
Tidak apa-apa, kok. Saya maklumi, orang seperti Pak
Jumena, pasti sangat sibuk.
JUMENA
Ya, begitulah, Pak. Tidak sibuk amat sih. Saya aja
yang kurang baik mengatur waktu.
ACENG
Bagaimana suasana di kampung ini? Apakah cukup
menyenangkan?
JUMENA
Sangat menyenangkan. Orang-orangnya ramah dan baik
hati.
ACENG
Sukurlah kalau begitu. (melihat jam tangan) Tapi
saya bukannya tidak betah, sudah sore nih, harus segera pulang.
JUMENA
Kenapa buru-buru, Pak? Kita minum-minum saja dulu.
Bi
Iwah muncul sambil membawa gelas di atas baki. Lalu meletakan gelas, di atas
meja. Setelah itu, Bi Iwah masuk lagi.
ACENG
Terimakasih, Pak Jumena. Nanti saja, lain kali saya
ke sini lagi.
JUMENA
Minumlah dulu. Kasihan Bi Iwah sudah membikinkan air
kopi.
Aceng
minum dulu kopi. Lalu segera berdiri.
ACENG
Saya mau pamit dulu, Permaisuri Dewi Pangrenyep
Jumena.
JUMENA
Padahal air kopi-nya dihabiskan dulu.
ACENG
Terimakasih. (mengangkat kelapa muda) Ini hatur
lumayan, buat diminum. Seger lho, asli dari pohon-nya.
JUMENA
Aduh, ini ngerepotin aja ya. Pasti istri saya sangat
senang.
ACENG
Ah, tidak. Kebetulan di kebon saya, banyak pohon
kelapa. Kalau Pak Jumena mau, tinggal petik saja.
JUMENA
Terimakasih, terimakasih.
Aceng
meninggalkan pekarangan rumah Jumena.
Kelapa
muda diraih oleh Jumena, lalu dibawa masuk ke dalam rumah.
CUT
15. INT. DAPUR RUMAH JUMENA.
SIANG.
Rohimah
sedang sibuk menyimpan belanjaan. Bi Iwah sedang memasak.
Jumena
menghampiri, sambil menjinjing tiga buah kelapa muda.
JUMENA
Tolong kupas, Bi. Kayanya segar sekali. Kalau mau,
Bibi boleh minum juga.
ROHIMAH
Itu dari Pak Aceng, ya?
JUMENA
Iya. Dia sangat baik pada kita.
ROHIMAH
Saya juga mau, Kang.
JUMENA
Tinggal minum saja. Tidak akan habis sama Akang kok.
CUT
16. INT. BALAI DESA. SIANG.
Lurah
Ukar, Ulis Kowi, Aceng, Oding, Adang, dan beberapa orang Tokoh Masyarakat dan
Tokog Pemuda, sedang mengadakan rapat kilat.
LURAH UKAR
Kelakuan Mang Etom semakin tidak wajar saja.
ULIS KOWI
Ya, mungkin hal itu dikarenakan pengaruh dari
ngabuta.
ODING
Mana mungkin, Pak Ulis! Kalau Mang Etom memuja Buta
Hejo, pasti dia sudah kaya raya.
ADANG
Betul itu. Yang saya tahu, kelakuan Mang Etom lebih
cenderung disebabkan tergila-gila sama Neng Lina, putri Pak Lurah.
LURAH UKAR
Jangan bawa-bawa anak saya! Saya pun tidak menuduh
Mang Etom ngabuta. Saya hanya berkata: kelakuan Mang Etom semakin tidak wajar.
ACENG
Kalau saya mah lebih curiga pada warga baru kita.
Perhatikan saja gaya
hidupnya yang serba mewah itu.
LURAH UKAR
Maksudmu Pak Jumena?
ACENG
Ya. Tadi sepulang dari kebun, saya sempat mampir
dulu ke rumahnya. Dia baru saja habis belanja. Pokoknya belanjaannya itu sampai
satu mobil.
LURAH UKAR
Hati-hati ya kalau ngomong! Pak Jumena itu orang kota . Tahu apa dia
tentang Buta Hejo?
CUT
17. INT. DAPUR RUMAH JUMENA.
SIANG.
Bi
Iwah sedang menuangkan air kelapa muda ke dalam tiga buah gelas.
BI IWAH
Pasti ini segar banget.
Bi
Iwah meminumnya. Sedangkan dua gelas lagi diletakan di atas baki. Maksudnya mau
dibawa ke tengah rumah. Tapi ketika mau melangkah, kakinya menginjak kucing,
sehingga gelasnya tumpah.
O.S. ROHIMAH
BI IWAH
Aduh, maafin Bibi, Nden. Kelapa mudanya tumpah…
Rohimah muncul.
ROHIMAH
Tidak apa-apa, Bi. Langsung aja di-pel. Biar tidak
banyak semut.
Bi IWAH
Baik, Nden. Tapi… gimana ya Gan Jena? Pasti marah
sama Bibi. Dasar ucing bangor …
ROHIMAH
Sudahlah, Bi. Suami saya tidak akan marah. Kalau mau
kelapa muda, kan
bisa beli di pasar.
CUT
18. INT. GOA
SEDA. MALAM.
Ruangan
Goa bergetar. Buta Hejo berjalan sambil mengeluarkan suara yang menyeramkan.
Terkadang Buta Hejo tertawa terbahak-bahak. Lalu memanggil-manggil nama yang
akan dijadikan korban.
BUTA HEJO
Jumena…! Jumena…!
CUT
19. EXT. KAMPUNG CIGOROWEK.
MALAM
E.S.
Keadaan di Kampung Cigorowek sudah sepim hening. Para
penghuninya sudah tak ada lagi yang berkeliaran di luar rumah.
F.S.
Rumah Bilik Mang Etom yang terpencil, agak jauh dari rumah-rumah penduduk
lainnya.
CUT
20. INT. RUMAH MANG ETOM. MALAM.
Mang
Etom (berkacamata) tengah sibuk mengutak-atik kereta api mainan yang diletakan
di atas meja.
Mang
Etom berbicara sendiri.
MANG ETOM
Ini akan menjadi terobosan terbaru dalam dunia
teknologi. Tidak akan ada duanya di dunia. Tidak usah mengimpor bahan bakar.
Tidak usah menggaji masinis, Ha ha ha…
Mengutak-atik
lagi Kereta Api mainannya.
MANG ETOM
Ya. Dunia akan segera geger dengan penemuan baru
ini: Kereta Api Terpanjang di dunia. Apa ya namanya? Oh iya, kereta api
terpanjang ini, akan kuberi nama: KASNT
174.
Mang
Etom pindah duduknya, seolah-olah ada lawan bicara.
MANG ETOM
Sodara Profesor, apa maksudnya KASNT 174 itu?
MANG ETOM
KASNT 174 adalah singkatan dari Kereta Api Super
Ngagebay Teh.
MANG ETOM
Lalu, maksud dari 174?
MANG ETOM
Oh, itu bukan apa-apa. Angka 174 hanya simbol cinta
sejati saya pada Neng Lina. You tahu? Neng Lina itu lahir pada tanggal 17,
bulan 4.
MANG ETOM
Prof, bagaimana bentuk KASNT 174 itu?
MANG ETOM
Pokoknya sangat panjang. Jika kepalanya di Sabang,
maka ekornya di Merauke. Kalau kamu dari Jakarta
mau ke Bandung .
Tinggal naik saja dari pintu belakang, lalu jalan-jalan di gerbong-nya. Nanti
kamu tinggal ke luar lagi di pintu gerbong yang tengah.
MANG ETOM
Pengaturan ongkosnya?
MANG ETOM
Nah, ini juga lain dari biasanya. Jika jaraknya
dekat, ongkosnya mahal. Kalau jaraknya jauh, ongkosnya murah. Semakin jauh,
ongkosnya semakin murah pula. Bahkan kalau jauh sekali, bisa gratis.
Tiba-tiba
terdengar suara kereta kuda. Mang Etom terperangah sambil memasang telinganya.
Lalu mengintip melalui sela-sela gordeng jendela.
CUT
21. EXT. PEKARANGAN RUMAH MANG
ETOM. MALAM.
Kereta
kuda yang ditumpangi DURGAPATI melewati pekarangan rumah Mang Etom.
Kereta
Kuda berhendi. DURGAPATI melirik ke arah jendela rumah Mang Etom.
CUT
22. INT. RUMAH MANG ETOM. MALAM.
Cont.
Scene. 20
Mang
Etom yang sedang mengintip, sangat terkejut. Lalu menutup lagi gordeng jendela
sambil memegang dadanya.
MANG ETOM
Ulah ganggu, ulah ganggu.
Mang
Etom mengintip lagi ke jendela.
CUT
23. EXT. PEKARANGAN RUMAH MANG
ETOM. MALAM.
Di
depan pekarangan rumah Mang Etom, Kereta Kuda DURGAPATI telah menghilang. Tak
ada apa-apa, dan tak terdengar suara apa pun.
CUT
24. INT. RUMAH MANG ETOM. MALAM.
Cont.
Scene. 22
Mang
Etom kembali terkejud. Lalu mengusap wajahnya. Mang Etom meraih mantel dan
lampu senter. Lalu bergegas ke luar dari rumah.
CUT
25. EXT. PEKARANGAN RUMAH
JUMENA. MALAM.
Kereta
kuda yang ditumpangi DURGAPATI, berhenti di depan pekarangan rumah Jumena.
DURGAPATI
turun dari kereta kuda.
DURGAPATI
Jumena…! Jumena…!
Pintu
rumah terbuka, Jumena dan Rohimah ke luar.
JUMENA
Siapa kau?
DURGAPATI
Aku Durgapati, Patih kerajaan Buta Hejo.
JUMENA
Apa maksudmu?
DURGAPATI
Aku datang untuk menjemputmu, karena kau telah
memakan harta yang aku berikan.
JUMENA
Harta? Aku tak pernah menerima atau memakan apa pun
yang pernah kau berikan.
DURGAPATI
Jangan banyak bicara! Mari kita pergi sekarang juga!
DURGAPATI
menghampiri Jumena dan Rohimah.
Ketika
tangannya meraih perhelangan tangan Jumena, tiba-tiba DURGAPATI berteriak
kesakitan.
DURGAPATI
Akkhg…! Kau tidak memakannya?
JUMENA
Sudah kukatakan, aku tak pernah memakan pemberianmu.
DURGAPATI
melirik ke arah Rohimah.
DURGAPATI
Mungkin kau?
ROHIMAH
Aku juga tidak pernah…
DURGAPATI
meraih pergelangan tangan Rohimah. Tapi DURGAPATI lagi-lagi berteriak, seperti kesakitan.
DURGAPATI
Akhg…! Siapa lagi penghuni rumah ini? Pasti salah
satunya ada yang memakan pemberianku!
Tiba-tiba
Bi Iwah muncul.
DURGAPATI
Pasti kau yang memakannya.
DURGAPATI
meraih pergelangan tangan Bi Iwah. Kali ini DURGAPATI tidak berteriak. Tangan
Bi Iwah ditarik, dan dibawa berjalan. Lalu diajak naik ke atas kereta kuda.
ROHIMAH
Mau dibawa ke mana Bi Iwah? Lepaskan dia!
CUT
26. INT. KAMAR RUMAH JUMENA.
MALAM.
Rohimah
yang sedang tidur dengan lelap, tiba-tiba mengigau.
ROHIMAH
Jangan…! Lepaskan dia…!
Jumena
terjaga.
JUMENA
Mah, Mah, kenapa Mah?
Rohimah
bangun. Lalu mengusap wajahnya.
JUMENA
ROHIMAH
Aku bermimpi buruk, Kang.
JUMENA
Oh, hanya mimpi kan . Ayo kita tidur lagi.
ROHIMAH
Tidak, tidak…
Rohimah
turun dari ranjang, menuju pintu kamar.
JUMENA
Mau ke mana, mah?
ROHIMAH
Aku harus lihat
Bi Iwah…
JUMENA
(mengerutkan keningnya) Bi Iwah?
CUT
27. INT. KAMAR BI IWAH. MALAM.
Bi
Iwah sedang tidur dengan lelap. Tiba-tiba Buta Hejo muncul.
Buta
Hejo tertawa terbahak-bahak. Bi Iwah terperanjat.
BUTA HEJO
Ha ha ha… Kau telah jadi wadalku…!
BI IWAH
Tolooong…!
Buta
Hejo meraih tubuh Bi Iwah, lalu memasukan pada mulutnya yang telah menganga
dengan besar.
CUT
28. INT. DEPAN PINTU KAMAR BI
IWAH. MALAM.
Rohimah
menggedor pintu kamar Bi Iwah.
Jumena
muncul di belakang Rohimah.
ROHIMAH
Buka, Bi…
JUMENA
Awas, Mah! Akang mau mendobraknya!
Jumena
mendobrak pintu kamar Bi Iwah.
CUT
29. INT. KAMAR BI IWAH. MALAM.
Buta
Hejo metatap ke arah pintu yang didobrak dari luar.
Jumena
dan Rohimah masuk.
Ketika
Rohimah melihat Buta Hejo , ia langsung berteriak histeris, lalu
pingsan.
Jumena
menahan tubuh Rohimah sambil menatap Buta Hejo dengan ketakutan.
BUTA HEJO
Ha ha ha…
Buta
Hejo meninggalkan kamar Bi Iwah, menembus dinding kamar.
CUT
30. EXT. JALANAN DESA. MALAM.
Mang
Etom sedang berjalan sambil menyorotkan lampu senternya. Tiba-tiba terdengar
bunyi kentongan dan suara riuh para penduduk.
Mang
Etom terkejut, lalu berlari ke arah datangnya suara ribut.
CUT
31. INT. RUMAH JUMENA. MALAM.
Rohimah
memeluk Jumena sambil menangis tersedu-sedu.
Kurah
Ukar, Ulis Kowi, Oding, Adang, dan beberapa orang tetangga mengerubunginya.
ROHIMAH
(sambil menangis) Bi Iwah…
JUMENA
Sudahlah, Mah.
LURAH UKAR
Ibu tenang saja dulu. Kami akan menyelidiki kejadian
yang aneh ini.
ULIS KOWI
Malam jum’at kemarin pun, anaknya Bi Nasih yang
dimakan…
LURAH
Hus… Jangan sembarangan kalau ngomong!
Tiba-tiba
Aceng muncul.
Rohimah
terperanjat. Lalu menatap Aceng dengan penuh ekspresi.
In
Frame: Wajah Rohimah menatap Aceng.
DISOLVE
32. INT. BALAI DESA. SIANG.
Lurah
Ukar, Ulis Kowi, Oding, dan Aceng sedang berbincang-bincang.
LURAH UKAR
Saya sudah bilang, Pak Jumena itu mana mungkin
memuja Buta Hejo. Buktinya, dia sendiri yang kena musibah.
ACENG
Lho?! Justru saya makin curiga. Bi Iwah itu kan hanya pembantu Pak
Jumena. Bisa saja dia sengaja me-wadalkan Bi Iwah untuk menutupi kelakuan
iblisnya itu.
ODING
Bagaimana dengan Mang Etom? Katanya dia melihat
siluman naik kereta kuda.
ACENG
Sudahlah. Kita sedang membicarakan Buta Hejo. Bukan
kereta kuda.
LURAH UKAR
Tunggu dulu! Kapan Mang Etom melihat kereta kuda?
ODING
Katanya sih, tadi malam. Beberapa jam, sebelum ada
Buta Hejo masuk rumah Pak Jumena.
LURAH UKAR
Ini benar-benar aneh bin ajaib.
ULIS KOWI
Apa maksud Pak Lurah?
LURAH UKAR
Ibu Rohimah pun sempat menceritakan mimpinya,
sebelum kedatangan Buta Hejo.
ACENG
Kalau begitu, ada dua kemungkinan. Bisa jadi Pak
Jumena, atau tidak menutup kemungkinan jika Mang Etom.
ODING
Imposible. Mana mungkin…
Tiba-tiba
Adang muncul dengan tergesa-gesa.
ADANG
Assalammu’alaikum. Maafkan saya, Pak Lurah.Ada berita gawat yang harus segera
diselesaikan.
Assalammu’alaikum. Maafkan saya, Pak Lurah.
Semuanya
terkejut, serempak berdiri.
LURAH UKAR
ADANG
Banyak warga yang kehilangan piaraan
kucing. Malah Si Oskar pun hilang.
LURAH UKAR
Si Oskar? Siapa itu?
ADANG
Emh, maksud saya, Si Oskar itu nama
kucing piaraan saya, Pak Lurah.
LURAH UKAR
(kepada Ulis Kowi) Pak Ulis, tolong
data, siapa saja yang kehilangan kucing.
ULIS KOWI
Baik, Pak Lurah.
LURAH UKAR
(Menepuk keningnya) Ini benar-benar
membingungkan.
CUT
33. INT.
RUMAH LURAH UKAR. SORE.
Neng Lina membawa sisa-sisa makanan, sambil
memanggil-manggil kucingnya.
NENG LINA
Meng, meng., meng, meng, meng…
Neng Lina tertegun. Lalu mencari-cari di sekitar ruangan.
NENG LINA
Imooong…! Mooong…! Kemana sih?
Pintu terbuka. Lurah Ukar muncul.
LURAH UKAR
Lagi
nyari apa, Na?
NENG LINA
Si Imong,
Pak. Gak tahu ke mana nih, dari tadi gak ada.
LURAH UKAR
(mengusap
wajahnya) Astaghfirullohal’adzim…
Lurah Ukar menjatuhkan pantatnya ke kursi, sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Neng Lina mengerutkan keningnya, keheranan.
NENG LINA
Kenapa,
Pak?
LURAH
UKAR
Entah ada apa di kampung
Cigorowek ini. Sudah geger Buta Hejo, tiba-tiba hari ini banyak yang laporan
kehilangan kucing.
NENG LINA
Astaga…!
Jangan-jangan Si Imong juga…(mau menangis)
LURAH
UKAR
Jangan
dulu mewek. Cari dulu yang bener! Jangan-jangan lagi main sama Si Inot.
NENG LINA
Tapi,
tapi…
LURAH
UKAR
Sudahlah. Bapak sudah pusing
ngurusin tek-tek bengek kampung ini. Ayo, cari sana …!
Neng Lina meninggalkan Lurah Ukar.
Pintu diketuk dari luar.
O.S. ODING
Assalammu’alaikum…!
LURAH UKAR
Waalaikum salam. Masuk…!
Pintu terbuka. Oding, Adang, dan Aceng masuk
ODING
Teka-teki
mulai terjawab, Pak Lurah.
LURAH UKAR
Katakan, apa yang mau kau
laporkan! Jangan banyak ngaler-ngidul.
ODING
Kucing-kucing itu ternyata
disekap sama Mang Etom.
LURAH UKAR
Hah…!? Apa kau yakin?
ODING
(menunjuk ke pada Adang) Dia
yang melihatnya.
LURAH UKAR
(kepada Adang) Apa yang kau
lihat?
ADANG
Begini, Pak Lurah, sebenarnya
saya tidak sengaja lewat rumah Mang Etom. Dari rumah, saya berangkat kira-kira wanci tunggang gunung...
LURAH UKAR
(jengkel) Saya sudah bilang,
kalau mau bicara itu, tidak usah muter-muter dulu!
ADANG
Oh, iya, maafkan saya, Pak
Lurah. Begini, saya mendengar banyak suara kucing di rumah Mang Etom. Laku saya
intip. Dan ternyata di rumah Mang Etom itu, benar-benar banyak kucing.
Neng Lina muncul dengan wajah yang tegang.
NENG LINA
Mang Adang, apakah Si Imong ada
di sana juga?
ADANG
Ya. Kucing yang saya kenal,
hanya Si Imong, Si Oskar, Si Inot. Kucing lainnya, saya kurang kenal.
NENG LINA
Dasar pecundang dot com! Akan
saya labrak sekarang juga.
Neng Lina mau ke luar. Tapi Lurah Ukar memanggilnya.
LURAH UKAR
Lina…! Jangan bertindak
sembarangan. Ayo masuk ke kamarmu!
NENG LINA
Ah, bapak gimana sih? Dia itu,
seminggu yang lalu ngirim surat
cinta. Terus saya tolak saja. Mungkin dia sakit hati, lantas membalasnya dengan
menyekap Si Imong.
ACENG
Ini bukan masalah pribadi,
Neng. Kucing-kucing yang hilang itu, ada hubungannya dengan Buta Hejo.
NENG LINA
Apa? Ih takuuut…
Neng Lina lari ke dalam kamarnya.
ACENG
Antara
kucing dan Buta Hejo, memang sangat erat kaitannya…
LURAH
UKAR
Sudahlah, jangan dulu menerka-nerka.
Lebih baik kita bersiap-siap untuk mendatangi rumah Mang Etom. Kita akan lihat,
apa yang dilakukan Mang Etom dengan kucing-kucing itu.
ODING
Apa mungkin, dia mau kawin sama
kucing?
LURAH UKAR
Apa kau bilang?
ODING
Oh, ti…tidak, maksud saya, euh…
lebih baik kita datangi saja rumah Mang Etom, dan kita lihat: apa yang
dilakukan Mang Etom terhadap kucing-kucing yang disekapnya.
CUT
34. EXT.
JALANAN DESA. MALAM
Lurah Ukar, Ulis Kowi, Oding, Adang, Aceng, beberapa orang
tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, berjalan dengan tergesa-gesa. Di antaranya
ada yang membawa oncor.
Tiba-tiba mereka berpapasan dengan Jumena dan Rohimah.
LURAH UKAR
Eh, Pak Jumena. Dari mana
malam-malam begini, Pak?
JUMENA
Ini Pak, udah memeriksa istri
saya ke Bidan.
LURAH UKAR
Lho, kenapa tidak bawa mobil?
JUMENA
Kebetulan sedang diservis, Pak.
O ya, Bapak-bapak ini mau ke
mana?
LURAH UKAR
Kami mau ke rumah Mang Etom.
ULIS KOWI
Banyak warga yang kehilangan
kucing. Dan ternyata kucing-kucing itu disekap di rumahnya Mang Etom.
ROHIMAH
Hah…!? Pantasan, kucing saya
pun hilang.
LURAH UKAR
Betulkah?
ROHIMAH
Betul, Pak Lurah. Boleh kan kami ikut?
JUMENA
Hus…!? Apa Mamah gak lihat?
Tidak ada perempuan yang ikut-ikutan.
LURAH UKAR
Kalau Bapak sama Ibu mau ikut,
silahkan saja. Tapi rumah Mang Etom itu cukup jauh, nanjak lagi.
ROHIMAH
Tidak apa-apa, Pak Lurah.
LURAH UKAR
Kalau begitu, mari kita
berangkat.
JUMENA dan ROHIMAH
Terimakasih, Pak Lurah.
Rombongan meneruskan perjalannya. Jumena dan Rohimah pun
turut pada rombongan.
DISOLVE
35. EXT.
DEPAN PEKARANGAN RUMAH MANG ETOM.
O.S. Suara kucing yang bersahutan.
Rombongan Lurah Ukar telah tiba ke pekarangan rumah Mang
Etom.
Lampu senter disorotkan ke arah pintu rumah Mang Etom.
Tampak ada tulisan di atas karton: “JANGAN BERISIK! SEDANG
ADA PROYEK
PLTU”
ODING
Etooom…! Ke luar kau! Bebaskan
seluruh kucing, atau rumahmu akan dibakar!
LURAH UKAR
Awas, jangan ada yang bertindak
anarkis. Ingat, komando aya di tangan saya!
ACENG
Buta Hejo…! Ke luar kau…!
Pintu terbuka.
Mang Etom ke luar sambil membawa seekor kucing dan sebuah
penggaris.
MANG ETOM
LURAH UKAR
Mang Etom, tolong jawab dengan
jujur. Apa benar Mang Etom menyekap kucing-kucing piaraan warga?
MANG ETOM
Maafkan, Pak Lurah. Saya bukan
menyekap, tetapi meminjam, barang satu atau dua malam saja. Tak usah khawatir,
semua kucing yang ada di sini, saya kasih makan kok.
ACENG
Apa yang kau lakukan pada
kucing-kucing itu, Buta Hejo?
MANG ETOM
Kau yang Buta Hejo…! Seenaknya
saja manggil orang.
ACENG
Apa…?!
Aceng menghunus golok, dan mau menghampiri Mang Etom, tapi
tangannya dipegang oleh Oding dan Adang.
LURAH UKAR
Sabar, Pak Aceng. Saya kan sudah bilang, tidak
boleh ada kekerasan.
MANG ETOM
Saya
tidak takut sama golok. Saya hanya takut sama Yang Maha Kuasa!
LURAH UKAR
Mang Etom, coba jelaskan pada
kami, apa maksud Mang Etom menyekap… maksud saya meminjam kucing-kucing itu?
MANG ETOM
Begini, Bapak-Bapak dan
Ibu-Ibu. Apa yang saya lakukan ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi
saya. Saya hanya memikirkan kepentingan bersama.
LURAH UKAR
Sebaiknya Mang Etom berbicara
langsung pada inti-nya.
MANG ETOM
Lho, tidak bisa, Pak Lurah.
Kultur saya mengajarkan supaya berbicara itu harus malapah gedang.
LURAH UKAR
Baiklah, ayo teruskan, Mang!
MANG ETOM
Pak Lurah juga kan tahu, di kampung
sebelah itu belum ada listrik. Malah di kampung kita pun, masih ada juga yang
belum bisa memasang listrik, karena harganya yang tidak terjangkau. Contohnya:
di rumah saya ini belum dipasang listrik…
ADANG
Di rumah saya juga belum ada
listrik…!
MANG ETOM
Nah, maka dari itu, saya
sedang mengusahakannya.
ULIS KOWI
Apa hubungannya antara listrik
dengan kucing yang kau sekap itu?
MANG ETOM
Bagus. Itu pertanyaan yang
cerdas.
Begini, menurut para sarjana fisika, kucing itu
mengandung aliran listrik yang teramat besar. Jika bulu-nya digosok dengan besi
sebanyak sepuluh juta kali, maka besi tersebut akan mengandung daya listrik
yang besar pula. Setiap sepuluh juta kali gesekan pada bulu kucing, bisa
menyalakan bohlam yang tujuh puluh lima
watt.
ADANG
Betulkah?
MANG ETOM
Lho, kenapa harus ragu? Saya
mengumpulkan kucing sebanyak-banyaknya, agar semua yang belum memasang listrik
bisa kebagian. Minimalnya satu rumah mendapat seratus watt.
ADANG
Kalau begitu, silahkan pake
aja kucing saya, Mang. Malah kalau masih kurang, biar saya bawa kucing mertua
saya di Cijeungjing. Pokoknya saya pesan 450 watt, biar bisa nyetel tivi.
LURAH UKAR
(kepada Adang) diamlah dulu.
Permasalahannya belum selesai.
MANG ETOM
Apanya yang belum selesai, Pak
Lurah?
LURAH UKAR
Tindakan Mang Etom tetap
salah. Meminjam barang apa pun, bisa dikatakan mencuri, kalau tidak bilang dulu
pada pemiliknya.
MANG ETOM
Kucing itu bukan barang, Pak
Lurah. Kucing itu makhluk hidup juga, yang bisa berinteraksi dengan
makhluk-makhluk lainnya.
LURAH UKAR
Tapi kucing itu adalah kucing
piaraan orang. Mang Etom bisa dilaporkan ke Polisi, karena mengambil piaraan
orang lain, tanpa memberitahukan pada pemiliknya.
MANG ETOM
Oh, tidak, tidak. Jangan
sampai terjadi. Saya tidak mau berurusan dengan polisi. Jangan rusak track record saya.
LURAH UKAR
Kalau begitu, lepaskan semua
kucing yang ada di dalam. Mang Etom boleh meneruskan proyek Mang Etom, asalkan
mendapat ijin dari pemilik kucing.
MANG ETOM
Baik, Pak Lurah.
Mang Etom mau masuk ke dalam.
Tapi Aceng memanggilnya.
ACENG
Etom…! Apa maksudmu dengan
tulisan PLTU?
MANG ETOM
Itu adalah pertanyaan yang
bodoh. PLTU itu hanya singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Ucing
Semua yang ada di sana menertawakan Aceng.
In Frame: Wajah Aceng merah padam.
DISOLVE
36. INT.
RUMAH JUMENA. MALAM.
Pintu rumah dibuka dari luar. Jumena dan Rohimah masuk.
Rohimah membawa kucingnya.
ROHIMAH
Keterlaluan, kalau Mang Etom
dituduh memuja Buta Hejo.
JUMENA
Dia orang stress.
ROHIMAH
Jangan begitu. Tampaknya Mang
Etom bukan orang sembarangan.
JUMENA
Maksudmu?
ROHIMAH
Saya jadi curiga, jangan-jangan
benar juga yang dikatakan Mang Etom.
JUMENA
Tentang listrik itu?
ROHIMAH
Bukan. Tadi dia sempat mengatakan
bahwa yang Buta Hejo itu adalah Pak Aceng.
JUMENA
Mah…! Jangan sembarangan. Pak
Aceng itu orang baik.
ROHIMAH
Apakah Akang ingat, Pak Aceng
pernah memberi kita kelapa muda?
JUMENA
Ya. Lalu?
ROHIMAH
Rasanya kelapa muda itu ada
hubungannya dengan mimpi saya. Coba ingat-ingat, Kang. Yang minum kelapa muda
itu hanya Bi Iwah. Lalu Bi Iwah yang jadi korban Buta Hejo.
Jumena terperanjat. Lalu termenung.
DISOLVE
37. INT.
GOA SEDA. MALAM.
Aceng duduk bersila. Di hadapannya ada DURGAPATI. Mereka
tampak sedang berbincang-bincang.
DURGAPATI
Tidak bisa! Yang jadi wadal
itu, harus orang yang telah makan hartamu.
ACENG
Kalau begitu, aku akan
mengusahakan agar Si Etom memakan pemberianku.
DURGAPATI
Si Etom itu orang yang kurang waras.
Kau harus mewadalkan orang yang waras.
ACENG
Kalau begitu, Si Etom tidak
usah menjadi wadal, tetapi dia tetap
harus mati.
DURGAPATI
Itu hal yang mudah. Jika Si
Etom mau mati, berilah dia makanan terlebih dulu.
CUT
38. EXT.
PEKARANGAN RUMAH MANG ETOM. SIANG.
Mang Etom sedang duduk di kursi kayu sambil
menggososk-gosokan besi pada tubuh seekor kucing.
Aceng muncul, menjinjing rantang makanan dan membawa
seekor kucing.
ACENG
Punten, Mang.
MANG ETOM
Eh, Pak Aceng. Mau ke mana,
Pak?
ACENG
Sengaja, Mang. Mau ketemu sama
Emang.
MANG ETOM
Tumben nih. Ada apa yah? Mani rareuwas kieu.
ACENG
Saya mau minta maaf atas
kejadian tadi malam. Saya terlalu emosi. Padahal setelah dipikirkan di rumah,
ternyata tujuan Mang Etom itu sangat mulia.
MANG ETOM
Ah, jangan memuji berlebihan,
Pak Aceng. Yang berhak mendapat Pujian itu hanyalah Yang Maha Kuasa.
ACENG
Saya berkata sebenarnya lho.
Sekarang pun, saya mau menyumbangkan seekor kucing untuk kepentingan proyek
Mang Etom. Mudah-mudahan kucing ini bermanfaat bagi Mang Etom.
MANG ETOM
Terimakasih, Pak Aceng. Saya
jadi ngerepotin.
ACENG
Tidak kok, hanya seekor kucing
saja. (memberikan rantang berisi makanan) Dan ini ada sedikit makanan untuk
Mang Etom.
MANG ETOM
Lho, di rumah Pak Aceng kan enggak ada yang
masak?
ACENG
Tidak apa-apa. Saya sengaja
beli di warung.
MANG ETOM
Terimakasih, Pak Aceng. Saya
doakan semoga Pak Aceng cepat-cepat dapat jodoh lagi. Biar ada yang masakin.
Tidak enak lho, hidup menduda itu.
ACENG
Mang Etom pun harus segera
menikah. Tidak enak hidup membujang itu.
MANG ETOM
Oh, kalau saya sih nyantai aja,
Pak. Kemarin juga ada perawan ke sini, sampe nangis-nangis minta dikawin. Tapi
saya tetap setia sama Neng Lina.
ACENG
Ya sudah kalau begitu. Saya
masih banyak keperkuan, mau pamit dulu, Mang.
MANG ETOM
Kenapa buru-buru? Apa tidak
duduk-duduk dulu? Ntar saya bikinkan minuman segar.
ACENG
Lain kali saja, Mang. Lagian
Mang Etom kan
sedang kerja. Nanti saya menganggu. Mari. Mang Etom. Jangan lupa, makannya
harus dimakan, jangan dibuang.
MANG ETOM
Tentu saja.
Aceng meninggalkan Mang Etom.
Mang Etom menatap rantang makanan.
MANG ETOM
Kebetulan. Dari pagi belum
makan nih…
Mang Etom mengambil rantang. Tapi ketika mau mulai makan,
Mang Etom seperti teringat sesuatu. Rantang diletakan dulu di atas tanah. Lalu
Mang Etom melangkahinya.
MANG ETOM
Dilangkahi dulu ah. Takut jadi
wadal…
Setelah melangkahi rantang makanan, Mang Etom termenung, berpikir. Lalu Mang Etom
menari (ngibing) di depan makanan itu, sampai mengeluarkan keringat.
Insert: Aceng berjalan. Lalu melirik ke arah Mang Etom
yang sedang makan. Aceng tersenyum. Lalu meneruskan lagi langkahnya.
CUT
39. EXT.
JALANAN, DEPAN PEKARANGAN RUMAH JUMENA. SIANG.
Aceng berjalan dengan santai. Berhenti sebentar, menatap
rumah Jumena. Aceng mau masuk ke pekarangan, tapi tampaknya ragu-ragu.
Aceng tidak jadi memasuki pekarangan rumah Jumena. Aceng
berjalan lagi.
CUT
40. INT.
RUMAH JUMENA. SIANG.
Rohimah mengenakan celana panjang dan baju bebas. Ia
sedang membersihkan ruangan. Tiba-tiba Rohimah berjalan menuju ke jendela
rumah.
Rohimah memperhatikan Aceng yang berada di luar, melalui
kaca jendela.
Rohimah mengerutkan keningnya. Lalu melirik ke arah pintu.
Rohimah tergesa-gesa membuka pintu rumah, lalu ke luar.
CUT
41. PEKARANGAN
RUMAH JUMENA. SIANG.
Pintu rumah Jumena terbuka. Rohimah ke luar. Matanya
mengikuti arah langkah Aceng. Lalu melirik ke kanan dan kiri. Rohimah mengikuti
Aceng dengan hati-hati.
CUT
42. PEKARANGAN
RUMAH BI AWANG. SIANG.
Bi Awang tampak sedang marah-marah pada anaknya (Atek).
Atek memakai seragam SMP, lengkap dengan tas buku.
BI AWANG
Ada-ada saja! Kenapa banyak
sekali yang harus dibayar? Sudah uang good
morning, uang push up, uang sit up, macam-macam pokoknya.
ATEK
Memang itu wajib dibayar, Mak.
Kalau tidak bayar uang good morning, saya pasti tidak boleh masuk kelas.
BI AWANG
Iya, Emak juga tahu. Terus,
uang apa lagi yang harus kau bayar? Kalau terus-terusan begini, mendingan
berhenti saja sekolahnya. Si Burunuk juga tidak sekolah, tapi hidupnya kaya.
Dia itu rajin ngangon kerbau. Dan
dari hasil ngangon kerbau itu,
uangnya ditabungin. Sekarang aja sudah bisa kebeli kambing dua.
ATEK
Saya mau jadi Dokter, Mak.
Tidak mau jadi tukang ngangon munding.
BI AWANG
Ya sudah. (mengeluarkan uang
dari BH-nya) Nih, ambil…
ATEK
Mana cukup, Mak. Saya butuh
uang buat bayaran…
BI AWANG
Bayaran? Kan sudah dibayarin sama bapakmu buat satu
tahun.
ATEK
Belum cukup untuk satu tahun,
Mak. Waktu itu Bapak cuma bayar duabelas bulan.
BI AWANG
Iya duabelas bulan! Satu tahun
itu kan
duabelas bulan!
ATEK
Ya enggak atuh, Mak. Satu tahun mah duapuluh empat bulan.
Insert: Aceng memperhatikan dari balik pohon. Kepalanya
manggut-manggut.
BI AWANG
Duapuluh empat bulan? Dasar
anak bloon. Dengerin nih: (memperlihatkan jari tangannya) Januari, Pebuari,
Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember.
Jumlahnya duabelas kan ,
Bloon?
ATEK
Lho, itu ada yang belum
kesebut, Mak.
BI AWANG
Bulan apa yang belum kesebut?
ATEK
Muharam, Sapar, Mulud, Rajab,
Rewah…
Aceng muncul
ACENG
BI AWANG
Eh, Pak Aceng. Ini nih, anak
bloon ini mani teu kireum-kireum, minta
uang buat bayaran duabelas bulan.
ACENG
Oh. (kepada Atek) Buat bayaran
ya?
ATEK
Iya, Pak.
ACENG
Kalau bayaran mah memang harus
segera dilunasi. Ntar tidak boleh masuk kelas lagi, kan repot.
ATEK
Betul, Pak.
BI AWANG
Iya sih, tapi duit dari mana
kalau mendadak begini?
ACENG
Gini aja, Bi. Kebetulan saya
punya uang nganggur. Pakai saja untuk bayaran Atek.
BI AWANG
Waduh, ini ngerepotin Pak Aceng
jadinya.
ACENG
Tidak apa-apa, kok. Saya masih
punya uang di Bank.
BI AWANG
Tapi, gimana bayarnya? Suami
saya baru dapat duit awal bulan nanti.
ACENG
Tidak usah Bibi pikirkan. Saya
ini ngasih, bukan minjemin.
BI AWANG
Ngasih?
Insert: Rohimah mengintip dari balik pohon.
ACENG
Bi Awang tak usah kaget. Di kota , saya punya banyak
anak asuh. Uang bayarannya saya bayarkan. Bahkan untuk biaya sehari-harinya
pun, saya jamin. Apalagi buat Atek, yang jelas-jelas satu kampung sama saya.
BI AWANG
Terimakasih kalau begitu, Pak.
ACENG
Ah, ini kan hanya buat bayaran. (menyodorkan uang
kepada Atek) Ayo, ambillah Tek.
Atek menerima uang dari Pak Aceng. Lalu Atek berlari
sambil berjoget.
BI AWANG
Hai, Atek…! Kau belum bilang
terimakasih! Dasar budak bangor …!
ATEK
(sambil berlari) Trimakasih,
Pak…
Insert: Rohimah memperhatikan Atek. Lalu pergi mengejar
Atek, sambil mengendap-endap.
CUT
43. EXT.
JALANAN DESA. SIANG.
Atek berlari-lari dengan wajah yang cerah dan
berseri-seri.
ATEK
Hi hi hi…! Ni’ok, aku akan
mentraktirmu…!
Rohimah sudah ada di belakang Atek. Lalu memanggil-manggil
Atek.
ROHIMAH
Ateeek…! Teeek…!
Atek terkejut. Ia menghentikan larinya.
ATEK
ROHIMAH
Ibu lagi bagi-bagi duit nih…!
ATEK
Waduh, sudah jatuh tertimpa
tangga lagi.
ROHIMAH
Hus, pribahasanya salah!
Seharusnya kamu bilang: sudah dapat
permen, dapat madu pula.
ATEK
Oh, iya yah. Lupa.
ROHIMAH
Makanya, kamu harus banyak
menghapal di rumah.
ATEK
Sip, Bu. Terus, bagi-bagi
duitnya jadi apa enggak, Bu?
ROHIMAH
Ya jadi donk. Tapi Ibu harus
lihat dulu jumlah uang Atek.
ATEK
(mengerutkan keningnya)
Maksudnya gimana sih, Bu?
ROHIMAH
Ibu mau ngasih duit,
setengahnya dari jumlah uang Atek.
ATEK
Asiiik. Uang saya banyak, Bu.
Atek mengeluarkan semua uang dari Aceng. Lalu
menyerahkannya pada Rohimah.
Rohimah menerimanya, lalu menghitung jumlah uang tersebut.
Rohimah mengambil uang dari saku celananya.
ROHIMAH
Nih,
terimalah. Uangmu jadi bertambah.
ATEK
Terimakasih,
Bu. Terimakasih…
Atek mencium tangan Rohimah. Lalu berlari lagi, meninggalkan
Rohimah.
Insert: Uang dari Atek yang dipegang tangan Rohimah.
DISOLVE
44. EXT.
BELAKANG RUMAH JUMENA. SORE.
Insert: Tangan Rohimah membungkus uang dari Atek dengan
kain putih/hitam.
Rohimah menggali tanah cukup dalam. Lalu mengubur uang
yang telah dibungkus dengan kain tersebut.
Rohimah meratakan lagi tanah, kembali seperti semula.
O.S. JUMENA
Mah…! Mah…!
Rohimah terkejut. Ia segera bergegas menuju ke pintu
belakang.
ROHIMAH
Iya, Kang. Aku di sini…!
CUT
45. EXT.
DEPAN GOA . SEDA. MALAM.
Buta Hejo ke luar dari goa dengan mengeluarkan suara yang
menakutkan.
Di belakangnya diikuti kereta kuda yang ditumpangi DURGAPATI.
CUT
46. INT.
RUMAH MANG ETOM. MALAM.
Mang Etom sedang sibuk melilitkan kabel pada besi yang
suka dipakai menggosok-gosokan pada bulu kucing.
Kabel itu terbagi dua ujungnya. Sedangkan ujung yang satu
lagi sudah disambungkan dengan gantungan bohlam.
MANG ETOM
Ini setrumnya. Berarti tinggal
ngambil….
Mang Etom melilitkan kabel sebelahnya lagi pada kaki kursi
yang terbuat dari besi.
Insert: Bohlam tidak menyala.
MANG ETOM
Lho, kok tidak nyala? Apa ada
yang salah? Ah tidak. Kabelnya kali, ada yang putus? Mungkin digigit tikus.
Etom membuka lagi lilitan pada besi dan kaki kursi. Lalu
secara pengangguran, kabel itu dimasukan ke dalam hidungnya.
Insert: Bohlam menyala.
Mang Etom terkejut. Dia mengucek-ngucek mata dengan
tangannya. Lalu memasukan lagi kabel ke dalam hidungnya.
Insert: Bohlam menyala.
Mang Etom mencabut kabel dari hidungnya.
Insert: Bohlam mati.
MANG ETOM
Kalau tahu gini, gak perlu
susah-susah ngumpulin kucing.
Tiba-tiba terdengar suara DURGAPATI yang tertawa
terbahak-bahak di luar.
O.S. DURGAPATI
Ha ha ha…Etom Suretom! Bodoh
sekali kau! Kenapa kau lahir ke dunia ini, jika hanya menjadi orang bodoh.
MANG ETOM
Kurang asem. Bilang bodoh sama
Profesor! Siapa itu?
O.S. DURGAPATI
Ayo ke luarlah. Aku datang
untuk menjemputmu.
MANG ETOM
Menjemput? Perasaan gak punya
jemputan.
Mang Etom bangkit, lalu menuju pintu ke luar.
CUT
47. EXT.
PEKARANGAN RUMAH MANG ETOM. MALAM.
DURGAPATI dan kereta kuda-nya telah berada di depan
pekarangan rumah Mang Etom.
Mang Etom ke luar dari pintu.
DURGAPATI turun dari kereta kuda.
MANG ETOM
Oh, ternyata kau, yang pernah
lewat rumahku. Kenapa dulu tidak mampir?
DURGAPATI
Ha ha ha… ayo kita pergi
sekarang!
MANG ETOM
Pergi ke mana? Aku masih betah
tinggal di Cigorowek.
DURGAPATI
Kau jangan bohong, Etom! Mana
mungkin kau betah? Sedangkan Neng Lina pun selalu menolak cintamu. Ha ha ha… Di
negeriku, kau bisa mendapatkan bidadari, yang jauh lebih cantik dari Neng Lina.
MANG ETOM
He he he… Negeri mana itu?
Dengarlah tukang kusir kuda! Aku ini sudah melanglang ke berbagai negara di
belahan dunia ini. Tidak ada seorang gadis pun yang lebih cantik dari Neng
Lina, putra bungsu Juragan Lurah Ukar.
DURGAPATI
Berani benar kau memanggilku
Tukang Kusir! Apakah kau belum tahu? Aku ini Patih Kerajaan Buta Hejo, penghuni
dan penguasa Goa Seda!
MANG ETOM
(bicara pada diri sendiri) Oh,
jadi ini ulon-ulon Buta Hejo teh? (berteriak kepada
DURGAPATI)
Kau penghuni Goa Seda?
DURGAPATI
Benar. Benar sekali, Ha ha ha…
Kau mulai takut?
MANG ETOM
Kenapa mesti takut? Jika kau
benar-benar penghuni Goa Seda, tunjukan KTP dan ijin tempat tinggalmu!
Jangan-jangan kau penghuni liar. Akan kulaporkan sama Lurah Ukar!
DURGAPATI
Ha ha ha… Kau terlalu banyak
bicara, Etom Suretom!
DURGAPATI menghampiri Mang Etom. Lalu meraih pergelangan
tangan Mang Etom. Namun DURGAPATI berteriak kesakitan.
DURGAPATI
Akhg…
MANG ETOM
Tubuhku mengandung aliran
listrik, lho.
DURGAPATI
Tidak mungkin! Akulah yang tadi
menyalakan bohlam di rumahmu.
MANG ETOM
Enak saja. Bohlam itu bisa
menyala, karena kabelnya disambungkan pada hidungku.
DURGAPATI
Diamlah, Etom Suretom! Kenapa
kau tidak bisa ikut ke padaku? Padahal kau telah memakan harta pemberianku!
MANG ETOM
(bicara pada diri sendiri) Oh…
Jadi Sakadang Aceng yang jadi Buta
Hejo teh. Untung saja aku melangkahi dulu makanannya.
(kepada DURGAPATI) Hai Tukang
Kusir, aku tidak pernah memakan pemberian Si Ontohod Aceng dengan Cuma-Cuma. Makanan itu adalah upahku.
DURGAPATI
Upah? Apa maksudmu, manusia
gila?
MANG ETOM
Aku kan sudah joget sampai capek banget.
DURGAPATI
Apa? Enak saja! Apakah kau juga
melangkahi makanan itu?
MANG ETOM
Iya. Memangnya kenapa?
DURGAPATI
Paingan atuh ana kitu mah. Dasar bodoh surodoh! Seharusnya kau
tidak melangkahi makanan itu, supaya kau bisa ikut kepadaku.
DURGAPATI membalikan tubuhnya, berjalan menuju kereta
kuda. Lalu naik lagi, dan menjalankan lagi kereta kudanya, meninggalkan Mang
Etom.
MANG ETOM
Hai, Kusir…! Mau ke mana kau?!
Mang Etom mengejar kereta kuda DURGAPATI.
CUT
48. EXT.
PEKARANGAN RUMAH BI AWANG. MALAM.
Kereta kuda DURGAPATI sampai di pekarangan rumah Bi Awang.
DURGAPATI turun.
DURGAPATI
Ateeek…! Ayo kita pergi…!
Tidak ada sahutan apa-apa.
DURGAPATI
Ateeek…! Ayolah anak manis…!
Tidak ada sahutan. Tidak ada yang ke luar dari pintu.
DURGAPATI melirik ke arah kereta kuda.
Tiba-tiba dari kereta kuda, keluar Buta Hejo.
Buta Hejo masuk ke dalam rumah Bi Awang, menembus dinding.
Insert: Rohimah mengintip dari balik rerumputan. Wajahnya
tampak tegang.
Buta Hejo ke luar lagi sambil mengeluarkan suara yang
menakutkan.
DURGAPATI
Kenapa? Kenapa tidak kau lahap
anak itu?
Buta Hejo hanya menggelengkan kepalanya sambil masuk lagi
ke kereta kuda.
DURGAPATI pun turut naik lagi ke atas kereta kuda.
DURGAPATI
Kau akan menerima hukumannya,
karena tidak bisa mempersembahkan wadal di malam jumat kliwon ini.
Kereta kuda meninggalkan tempat tersebut.
F.S. Rohimah mengusap dadanya dengan wajah yang masih
sangat tegang.
Insert: Sosok tangan, menyentuh tubuh Rohimah.
Un Frame: Rohimah terkejut, dan berteriak.
ROHIMAH
Akhg…!
CUT
49. INT.
KAMAR RUMAH JUMENA. MALAM.
Jumena sedang tidur. Tangannya meraba-raba ke sebelahnya,
mencari-cari Rohimah.
Jumena terperanjat, karena Rohimah sudah tidak ada di
tempatnya.
JUMENA
(memanggil-manggil) Mah…! Mah…!
Jumena turun dari ranjangnya. Lalu ke luar dari dalam
kamar.
CUT
50. EXT.
JALANAN DESA. MALAM.
Rohimah sedang berjalan dengan Mang Etom.
ROHIMAH
Saya hampir saja pingsan,
saking takutnya.
MANG ETOM
Maafkan saya, Bu. Sumpah, saya
tidak bermaksud menakut-nakuti Ibu.
ROHIMAH
Tidak apa-apa kok, Mang. Saya
hanya kaget saja. Yang penting, kita sekarang sudah tahu, siapa sebenarnya Buta
Hejo itu.
MANG ETOM
Betul, Bu. Ternyata Pak Aceng
manusia durjana.
Terus, bagaimana selanjutnya
rencana Ibu?
ROHIMAH
Pokoknya kita ceritakan dulu
sama suami saya. Entar suami saya yang mengatur rencananya.
MANG ETOM
Baik, Bu.
CUT
51. EXT.
PEKARANGAN RUMAH JUMENA. MALAM.
Pintu terbuka. Jumena ke luar sambil membawa lampu senter.
Baru saja beberapa langkah, tiba-tiba Rohimah dan Mang
Etom datang.
JUMENA
(penuh curiga) Mah…! Dari mana
kau?
ROHIMAH
Maafkan saya, Kang. Ini sangat
mendesak. Akang jangan berprasangka yang buruk. Saya akan menceritakan semuanya
pada Akang.
MANG ETOM
Saya tidak ngapa-ngapain Ibu,
Pak Jumena.
Jumena mencoba untuk tenang. Lalu mengajak Rohimah dan
Mang Etom ke dalam rumah.
CUT
52. INT.
GOA SEDA. MALAM.
DURGAPATI bertolak pinggang di hadapan Aceng yang duduk
sambil menundukan kepala.
ACENG
Aku benar-benar telah memberi
uang sama Si Atek.
DURGAPATI
Buktinya? Si Atek tidak bisa
jadi wadal kan ?
ACENG
Aku pun tidak mengerti.
DURGAPATI
Kau harus menebus kesalahanmu,
sebelum Maha Raja Buta Hejo menghukummu.
ACENG
Baiklah. Apa yang harus
kulakukan?
DURGAPATI
Kau harus meminum air liur
seorang perawan yang masih suci.
In Frame: Aceng termenung, menerawang.
ACENG
(bergumam) Neng Lina…
DISOLVE
53. EXT.
JALANAN DESA. SIANG.
Neng Lina sedang berjalan dengan tenang.
Sebuah mobil meluncur. Lalu berhenti, tepat di sebelah
Neng Lina.
Pintu mobil terbuka. Seorang penumpang turun. Lalu meraih
tubuh Neng Lina, dan memasukannya ke dalam mobil.
Insert: Oding yang sedang berjaga-jaga, melihat ke arah
Neng Lina.
Neng Lina tak sempat berteriak. Mobil meluncur lagi dengan
kecepatan yang tinggi.
In Frame: Oding berteriak.
ODING
Hai…! Mau dibawa ke mana Neng
Lina.
Oding berlari mengejar mobil.
CUT
54. EXT.
PEKARANGAN RUMAH LURAH UKAR. SIANG.
Lurah Ukar sedang duduk di kursi santai.
Terdengar suara kentongan dan orang-orang yang riuh.
Lurah Ukar terperanjat.
LURAH UKAR
Tiba-tiba muncul Oding.
ODING
Celaka, Pak Lurah. Neng Lina
ada yang nyulik.
LURAH UKAR
Apa…?!
Orang-orang berdatangan ke rumah Lurah Ukar.
Mobil Jumena memasuki halaman rumah Lurah Ukar.
Jumena, Rohimah, dan Mang Etom turun.
JUMENA
ODING
Neng Lina ada yang nyulik pake
mobil.
JUMENA
Berapa plat nomornya?
ODING
Aduh, saya tidak sempat
melihatnya.
ADANG
Bodoh sekali kau.
ULIS KOWI
Sudahlah. Jangan saling
menyalahkan.
ROHIMAH
Jangan-jangan…
Insert: Lurah Ukar kaget. Lalu menatap Rohimah.
CUT
55. EXT.
HALAMAN RUMAH ACENG. SIANG.
Mobil yang digunakan untuk menculik Neng Lina, memasuki
halaman rumah tersebut.
Seorang pemuda turun sambil memegang tangan Neng Lina.
Mata Neng Lina ditutup.
NENG LINA
Lepaskan aku…!
CUT
56. EXT.
PEKARANGAN RUMAH LURAH UKAR. SIANG.
Cont. Scene: 54
ULIS KOWI
Dia pasti melarikan neng Lina
ke rumahnya yang di kota .
ODING
Betul. Tapi, siapa yang tahu
rumah Pak Aceng yang di kota ?
Tak ada yang menjawab
LURAH UKAR
Ya Alloh, selamatkanlah anakku…
Tiba-tiba Mang Etom menghampiri Lurah Ukar.
MANG ETOM
Saya pernah mengikutinya, Pak
Lurah. Saya hapal betul rumahnya.
LURAH UKAR
(terbelalak) Benarkah…
JUMENA
Jangan menunda-nunda waktu
lagi. Ayo kita berangkat sekarang…!
Jumena, Rohimah, Lurah Ukar, Oding, Adang, Ulis Kowi, dan
beberapa orang lainnya naik ke dalam mobil Jumena.
Mobil Jumena meluncur, meninggalkan pekarangan rumah Lurah
Ukar.
CUT
57. EXT.
HALAMAN RUMAH ACENG. SORE.
Dua orang pemuda sedang berjaga-jaga di pintu gerbang.
Tiba-tiba mobil Jumena muncul.
PEMUDA 1
Siapa kau?
Tak ada yang menjawab seorang pun. Mereka langsung
menyerang dua pemuda itu.
Terjadilah perkelahian.
CUT
58. INT. KAMAR RUMAH ACENG. SORE.
Neng Lina terkapar dengan tangan yang diborgol tali.
Matanya masih pun ditutup.
Aceng masuk dengan wajah yang berseri-seri.
Aceng menyentuh tubuh Neng Lina.
NENG LINA
Jangan…! Jangan…!
Aceng tak mengindahkannya. Aceng memeluk tubuh Neng Lina.
Neng Lina mencoba untuk melawan, tapi tidak berhasil.
Tiba-tiba pintu kamar didobrak.
Mang Etom dan Jumena masuk.
MANG ETOM
Bangsat…! Akan kuhajar kau
sampai mampus.
Mang Etom menyerang Aceng. Lalu menghajarnya.
Aceng tidak mampu melawan.
Jumena melepaskan ikatan tangan Neng Lina dan membuka
penutup matanya.
Tiba-tiba tubuh Aceng berubah menjadi Buta hejo.
Semuanya terkejut.
BUTA HEJO
Ha ha ha… Kalian akan mampus
semuanya….!
MANG ETOM
Lari…!
Semuanya lari, meninggalkan kamar.
Buta Hejo mengejarnya.
CUT
59. EXT.
HALAMAN RUMAH ACENG. SORE.
Dua pemuda sudah terkapar.
Jumena, Mang Etom dan Neng Lina ke luar. Lalu cepat-cepat
naik mobil.
Semuanya mengikuti naik mobil.
Mobil meluncur dengan cepat. Buta Hejo muncul.
BUTA HEJO
Ha ha ha…
DISOLVE
60. EXT.
JALANAN DESA. MALAM.
Mobil Jumena melincur.
Tiba-tiba Buta Hejo muncul di hadapan mobil.
Mobil berhenti. Semuanya ke luar, lalu menghadap ke arah
Buta Hejo.
LURAH UKAR
Aceng…! Sadarlah kau! Kami akan
memaafkanmu, jika kau menyadari semua kesalahanmu, dan kembali ke jalan yang
benar…!
BUTA HEJO
Ha ha ha… Aku akan membunuh
kalian semua. Tak boleh ada yang tahu, siapa aku ini sebenarnya.
LURAH UKAR
Aceng…!
Buta Hejo berjalan menghampiri mereka.
Tiba-tiba muncul kereta kuda DURGAPATI. Dan berhenti di
hadapan Buta Hejo
DURGAPATI turun.
DURGAPATI
Sudah waktunya aku menjemputmu,
Aceng. Kau tidak bisa menebus kesalahanmu…!
BUTA HEJO
Akgh…
DURGAPATI
Sudahlah, Aceng. Kau tidak
punya waktu lagi. Kau harus segera ikut.
Buta Hejo tertegun. Ada
tetesan Air mata yang membasahi pipi Buta Hejo.
Buta Hejo melangkah menuju kereta kuda. Tiba-tiba, jasad
Aceng muncul, terpisah dengan Buta Hejo.
Buta Hejo naik ke kereta kuda. Lalu DURGAPATI pun naik
lagi. Kereta kuda meninggalkan tempat tersebut.
Jasad Aceng jatuh.
In Frame: Jasad Aceng sudah tidak bernapas lagi. Mati.
Seluruh rombongan menatap jasad Aceng. Lalu mengusap
wajahnya.
LURAH UKAR
Dia tidak sempat bertaubat.
CUT
Selesai
Komentar