Contoh Skenario FTV



PRAKATA

Ini hanya berbagi pengalaman. Tak ada ada maksud untuk menggurui, apalagi merasa yang paling hebat.

Saya mulai menulis naskah skenario untuk FTV pada tahun 2004. Waktu itu saya masih mahasiswa S-1 semester 4 di Jurusan Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.    

Saya sekolah di Bandung, tetapi hampir setiap minggu ke Jakarta. Ada banyak teman-teman di Jakarta, yang sama-sama sedang berproses mencari peruntungan di dunia film. Tidak terlalu sulit bagi saya untuk bergaul dengan orang-orang baru di tempat baru. 

Teman-teman di Jakarta, ada yang hampur setiap hari berkeliling ikut casting di berbagai rumah produksi. Ada yang memang sudah memiliki job, tergabung dalam crew film. 

Pekerjaan saya  berkeliling ke rumah produksi untuk menawarkan naskah skenario. Saya sebut pekerjaan, karena saya paling anti disebut mencari kerja apalagi dikatakan pengangguran. 

Untuk tempat tinggal saat itu, bukan persoalan juga. Siapa saja yang sedang dapat job, berarti dia yang bayar kontrakan. Malah harus berbagi rezeki kepada teman-teman yang belum mendapat job. Itu hal biasa yang cukup santai. Andai semua teman-teman saya belum dapat job, reputasi saya tetap terjaga di mata ibu warteg. Saya masih dipercaya untuk kasbon.

==============================================
Kembali ke masalah Skenario. 
Bagi yang belum pernah menulis skenario, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Regulasi 
Ini sangat penting, meskipun kita tidak perlu terlalu kaku. Dalam UU No. 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, hanya ada 6 poin konten terlarang. Buka Pasal 6, lihat 6 hal terlarang tersebut. Namun santai saja, karena dalam penyensoran film pun tetap saja LSF harus menyensor film dengan memperhatikan sifat kontekstual film, kemajuan teknologi, dan perkembangan tata-nilai di masyarakat.

Karena konteksnya membahas skenario untuk Film Televisi, maka mau tidak mau kita harus memperhatikan juga UU No. 32 Tahun 2002 beserta turunannya, P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan  Standar Program Siaran) yang dikeluarkan oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

Dulu, waktu saya menulis skenario tahun 2004, sebenarnya KPI telah terbentuk. KPI periode pertama itu 2003-2006 (yang diperpanjang sampai 2007). Tapi yang saya rasakan saat itu, peraturan yang terapkannya belum terlalu ketat.

Misalnya untuk adegan merokok, saya masih dapat menulisnya dalam beberapa scene. Ketika filmyan sudah jadi, adegan merokok masih tetap ada. Dan memang sangat sulit untuk menghindari adegan merokok. Ini masalah konteks cerita, bukan masalah saya suka merokok.

Sebagai contoh,  sutradara film Jendral Soedirman tentu tidak akan mengubah kebiasaan merokok Jendral Soedirman. Ini sejarah. Jendral Soedirman memang merokok. Lantas, apakah adegan merokok itu harus hilang? 

Ketika saya duduk di Lembaga Sensor Film (LSF), saya santa konsen memperhatikan sifat kontekstual dari suatu film. Tidak asal ada adegan merokok, filmnya harus diklasifikasikan 17 tahun keatas atau 21 tahun keatas. Film Jendral Soedirman ratingnya 13 tahun keatas, meski ada adegan merokok. 

Ada ruang dialog di LSF. Kalau kita merasa film yang kita buat ketinggian klasifikasi usia penontonnya, itu dapat didiskusikan. Silahkan berargumen dan menjelaskan konteks adegan yang menjadi permasalahan. Jadi, tetap berkaryalah dengan santai. Prinsip dasarnya, sesuai UUD 1945 atau juga Deklarasi Universal HAM: bebas berekspresi tanpa mengganggu kebebasan orang lain.     

================================

KETIKA NASKAH SKENARIO sudah berada di tangan Sutradara, penulis tidak perlu lagi merecokinya kecuali sutradara yang meminta. 

Sutradara dapat menambah atau mengurangi adegan, dialog, monolog pada sekenario yang kita buat. Percayakan saja, sutradara lebih paham dalam hal itu.

Naskah-naskah saya pun selalu saja ada yang diubah oleh sutradara. Bukan hanya masalah adegan, melainkan  properti pun bisa saja diubah. Itu hal yang biasa juga.

Saya suka ikut-ikutan terjun ke lapangan, karena saya ingin belajar saja, bukan mau merecoki sutradara. Sebagai orang yang senang bergaul, saya senang saja berada di lokasi syuting, memperhatikan para pemain yang mengucapkan untaian kata demi kata yang saya tulis.

Sutradara yang menggarap naskah skenario saya hampir semuanya berteman baik. Kadang mereka mengajak saya untuk memerankan tokoh dalam garapannya. Bahkan ketika tidak sedang menggarap naskah saya pun, kalau kebetulan saya dibutuhkan, mereka mengontak saya mengajak main.

CONTOH SKENARIO FTV di bawah ini sudah digarap oleh rumah produksi, dan sudah ditayangkan di televisi swasta. Maka, sekali lagi, ini hanya sebagai bahan pembelajaran, untuk membandingkan suatu naskah dengan filmnya yang sudah jadi. Tidak boleh digarap lagi.

Saya memberikan contoh naskah beserta filmnya yang sudah jadi, karena saya tahu ada tipe penulis yang hanya membutuhkan contoh, untuk kemudian dapat membuat jauh lebih bagus dari contoh yang dilihatnya.

Siapapun, jika ada yang bercita-cita menjadi penulis skenario, sutradara, aktor atau apapun di dunia perfilman, saya menmendoakan  dengan setulus hati: semoga sukses dan meraih rezeki yang berlimpah nan berkah... aamiin

==================================

Ini contoh-contoh naskah skenario yang pernah saya tulis dan sudah digarap:






0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post