"Duhai Penyiar Pujaan" di Antassalam FM (2005-2007)

Catatan Kecil DHIPA GALUH PURBA






MENJELANG adzan Magrib, hampir semua radio Bandung menyiarkan acara yang bernuansa Islam, seperti ceramah atau tanya jawab seputar keislaman, baik yang menggunakan bahasa Sunda maupun Indonesia

Bahkan beberapa radio secara konsisten mengumandangkan adzan setiap tiba saatnya waktu sholat lima waktu. Dari 44 radio FM yang mengudara di Bandung, Antassalam merupakan salahsatu radio yang kental dengan nuansa Islam dan Sunda.

Sekilas mengenang betapa menyenangkan menjadi penyiar radio kesayangan. Mengasah imajinasi sambil mempererat tali silaturahmi; bertukar wawasan sambil menambah kawan; berbagi nasihat sambil mencari sahabat; atau menyimak tembang sambil berdendang. 

Ternyata penyiar radio tidak kehabisan pendengar, meskipun perkembangan audio-visual semakin marak. Ada banyak hal yang tidak bisa direbut oleh televisi. Misalnya kedekatan antara penyiar dan pendengar, atau berkenaan dengan hal teknis yang lebih memungkinkan untuk manco di radio. Oleh karena itu, radio masih layak dijuluki “The Fifth Estate”.

Kurang lebih dua tahun saya belajar merebut hati pendengar melalui galura 103,9 MHz. Sebelumnya pernah siaran di Burinyay FM (sekarang B FM) dan Kencana FM. 

Meski berbeda gelombang, tetapi karakteristik acara yang saya bawakan hampir sama, yaitu acara yang bernuasa kesundaan. Di Burinyay FM, siaran dalam acara “Galura Parahyangan”, di Kencana FM siaran pada acara “Panglawungan Girimukti”, dan di Antassalam FM siaran pada acara “Legenda Pasundan”, “Sajak Sunda”, “Nyingraykeun Lalangse Haté”, dan “Sunda Sawawa”. Dua acara terakhir, sebelumnya dipegang oleh Wiwid Karwidin, praktisi karawitan jebolan STSI Bandung.


Kang Romel, Program Director Antassalam FM pada saat itu.



Yang saya perhatikan, berkat kegigihan Kang Romel saparakanca, Antassalam FM telah dikenal sebagai salah satu media elektronik yang mengusung nilai-nilai kesundaan dan bernuansa islami. 

Tentu saja hal ini pun tidak terlepas dari peran H. Dede Maulana, direktur utama Antassalam FM, yang secara konsisten mempertahankan brand image Antassalam FM. Perjuangan H. Dede Maulana dimulai sejak 10 Desember 1970, ketika pertama kali mendirikan Radio Fortune di Jl. LLRE. Martadinata 299 Bandung. 

Radio Fortune mnggudara di frekuensi medium wave atau AM selama kurang-lebih 20 tahun. Kemudian beralih frekuensi dari AM ke FM serta berganti nama menjadi Antassalam, 106,5 MHz. Gedung siaran pun berpindah ke Jalan Purwakarta 200, Griya Bumi Antapani Bandung. Pada pertengahan 2004 terjadi pengalihan frekuensi bagi seluruh radio. Frekuensi Antassalam pun berpindah ke 103,9 MHz, serta menempati kanal 164.

Ada beberapa acara yang sudah melekat di hati pamiarsa. Misalnya acara ”Kawih Penyejuk Iman” (KPI) asuhan Romel, yang menampilkan lagu-lagu nasyid menjadi acara unggulan Antassalam FM dan banyak diminati oleh kawula muda. 

Bahkan bati dari siaran KPI, Romel bisa menyusun sebuah buku yang berjudul Kembalikan Nasyid pada Khittahnya (Nuansa, Bandung, 2005). Acara pop Sunda bisa menjadi acara spesial yang diminati banyak pendengar. 

Terlebih acara lagu pop Sunda diasuh pula oleh peyanyi Pop Sunda Lia Refany pelantun album “Saukur Cimata dan juga Kang Anton (Ceu Isah)

Acara-acara bernuansa Islam lainnya yang konsisten diudarakan di antaranya “Obrolan Islam Muslim”, “Mutiara Hikmah”, dan pidangan “Muhasabbah” setiap jam. 

Acara-acara lain yang dibawa penyiar lainnya pun tak kalah menarik. Bahkan terkadang menjadi acara yang paling digemari. Saya lupa nama-nama acaranya. Tapi nama penyiarnya diantaranya Annisa Manaf, Nenden Lies Azhar, Ema Nuraripah, dan lain-lain.

Adapun acara yang saya asuh, seperti “Legenda Pasundan” merupakan acara yang disiarkan tengah malam. Para pendengar diajak diskusi kesundaaan, diselingi dengan kawih, tembang Sunda, dan bandungan. 

Maka, pendengarnya lebih didominasi kalangan orang tua. Tapi bukan berarti tidak ada “ABG” yang suka dengerin. Terbukti dari beberapa telepon atau SMS yang masuk, ternyata ada juga kaum dangu kawula muda. 

Kawih-kawih karya Mang Koko, seperti “Kembang Tanjung Panineungan” (diangkat dari sajak Wahyu Wibisana), “Wengi Enjing Tepang Deui” (diangkat dari sajak Tatang Sastrawiria), “Kudu ka Saha” (diangkat dari sajak Winarta Artadinata), atau “Sariak Layung” (diangkat dari sajak Dedi Windiagiri), merupakan kawih yang sering “diminta” oleh pendengar dari kalangan kawula muda dan kawula tua, eh... maaf, para pinisepuh maksudnya. 

Tidak jarang ada ABG yang sengaja on air mencari tahu tempat menjual kaset kawih-kawih tersebut, sekaligus meminta nomor handphone penyiar. Saya semakin yakin bahwa anak muda pun bisa tergugah hatinya untuk mencintai seni Sunda, jika secara kontinyu diperkenalkan, baik melalui radio atau televisi.

            Untuk bahan siaran “Legenda Pasundan”, saya banyak dibantu oleh Pusat Studi Sunda (PSS). Tidak pernah kehabisan bahan. Jangankan legenda Pasundan, di PSS tersedia buku-buku mengenai legenda dunia. Kendati demikian, saya pun menyadari kekurangan saya. 

Oleh karena itu, untuk pembahasan lebih dalam, sekali-kali saya mengundang tokoh-tokoh yang lebih kompeten dalam lingkup kebudayaan dan kesusastraan Sunda. Di antaranya saya pernah mengundang Ahmad Gibson Al-Bustomi, Ajip Rosidi, Dadan Sutisna (Redaktur Majalah Cupumanik), Dian Hendrayana, Abdul Mujib, Dody Satya Ekagustdiman, Iwan Natapradja, Pipiet Senja, Holisoh ME, Erwan Juhara, Miftahul Malik (Redaktur KSM Galura), Loegina Dea, dsb.

Sayang sekali, semua acara yang saya asuh (kecuali “Sajak Sunda”), belum pernah kawenehan ada perusahaan yang tertarik untuk memasang iklan. Entah acaranya yang dianggap kurang komersil, entah bagian marketingnya yang kurang lincah mencari sponsor, atau berkenaan dengan jam siarnya (22. 00 s.d 24. 00 WIB). 

Anehnya, saya mendapat honor lebih tinggi dibanding penyiar yang bertugas siang hari. Tentu saja anéh sekaligus Alhamdulillah. Dalam pertarungan bisnis broadcast Journalism yang kian meruncing, Antassalam FM masih menghargai suatu idealisme. Sama halnya dengan Kencana FM, Bandung FM, Cosmo FM, Dahlia FM, dsb.***

Dhipa Galuh Purba dan Kang Anton (Ceu Isah)




0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post