ADA banyak cara untuk merajut
hidup. Terkadang cara yang ditempuh saat ini, sama sekali tidak pernah terpikir
sebelumnya. Semua berjalan atau berlari menghiasi titian hari demi hari. Namun,
tidak ada yang lebih indah dan bermakna dalam hidup ini, kecuali menikmati dan
mensyukuri segala apa yang telah diberikan Allah SWT. Betapa indahnya hidup
ini. Betapa sempurna semua yang telah diciptakan-Nya.
Menulis telah menjadi sebuah
pilihan yang sangat dicintai dalam merajut hidup dan menggapai mimpi. Web site
ini pun dibangun dengan penuh rasa cinta. Oleh karena itu, mudah-mudahan tidak
terjebak untuk sekedar pasang aksi atau pamer karya-karya basi dan tidak
berarti. Anggap saja semacam dokumentasi dan ruang curhat pribadi. Siapa pun
dipersilahkan untuk menikmati, memuji atau mencaci-maki dengan itikad baik. Itu
pasti, karena saya menyadari kalau tulisan-tulisan di web ini masih sangat jauh
dari sempurna. Artinya, dalam hal kebaikan, caci-maki pun bisa sangat berarti.
Dan sudah disadari sejak awal: untuk selalu hati-hati dengan pujian. Tidak ada
yang berhak atas segala puji, kecuali Allah SWT.
Terlepas dari pujian dan cacian,
website ini dibangun dengan berjuta harapan. Namun harapan terbesar adalah
untuk mencari dan menambah sahabat. Mari menjalin persahabatan dengan ikhlas
dan bergembira, tanpa harus mempersoalkan perbedaan agama, suku, bangsa,
bahasa, dan sebangsanya. Semakin banyak sahabat, kian terasa indah hidup ini.
Website ini pertama kali
dirancang pada 14 September 2007 melalui
penanganan kreatif seorang sahabat bernama Dadan Sutisna. Pada saat itu, hampir
setiap malam kami menghabiskan gulita bersama-sama di Taman Kliningan,
Buahbatu, Bandung. Tempat tersebut disewa oleh PT. Kiblat Buku Utama, yang
sekaligus dijadikan ruang berbagai kegiatan kebudayaan. Sebagai orang yang
belum punya rumah, hampir tiap malam saya menginap di sana. Dadan Sutisna, yang
rumahnya nun jauh di Pasirloa, Tanjungsari, sering memilih menginap di Taman
Kliningan.
Menghabiskan malam di Taman
Kliningan dengan berpikir dan berpikir. Menulis dan menulis. Sebab, jika
berhenti menulis, bisa dipastikan harus menunggak makan dan rokok ke warung.
Bahkan dengan terus menulis pun, sering kali kehabisan uang. Kalau sudah
kehabisan perbekalan, tidak jarang kami membeli 1 porsi nasi kolor
(kornet-telor) yang harganya Rp5000,-, untuk kemudian dimakan berdua. Atau jika
ada “penumpang” lain seperti Atep Kurnia atau Miftahul Malik, nasi kolor 1
porsi pun bisa dibagi empat. Atep Kurnia paling produktif menulis, sekaligus
paling produktif menghabiskan persediaan rokok.
Di Taman Kliningan, saya pun
banyak menimba ilmu dari para penulis senior, seperti Hawe Setiawan. Kang Hawe
sering meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu di Taman Kliningan. Ada pula
“kuliah kilat” dari tokoh-tokoh yang sering mampir ke Taman Kliningan, seperti
Cecep Burdansyah, Acep Zamzam Noor, Setia Permana (alm), Mikihiro Moriyama,
Julian Milie, dan lain-lain. Saya tidak bekerja di PT. Kiblat Buku Utama.
Benar-benar hanya numpang tidur.
Pada saat itu, saya termasuk
orang yang sangat pantang dianggap miskin, tidak punya uang, apalagi kehabisan
rokok. Untuk menutupi kemiskinan itu, saya mencicil sebuah mobil sedan Corrola
GL Tahun 1985. Tentu, sering kali terlambat membayar cicilan dan berkali-kali
mogok di tengah jalan dikarenakan.... kehabisan bensin. Tidak masalah, yang
penting punya mobil.
Dadan Sutisna mengatakan bahwa
website ini dibuatkan sebagai hadiah ulangtahun saya yang ke-30. Pada saat itu,
yang namanya medsos Facebook dan Twitter, belum sepopuler sekarang. Maka
dengan website ini, secara cepat saya mendapatkan tambahan teman di berbagai
daerah, termasuk di luar negeri. Berbagai dukungan moril dan materil langsung
saya dapatkan
Sangat mengejutkan. Namun, sekali
lagi, tidak pernah terbesit niatan membangun website ini untuk mencari uang dan
keuntungan finansial, apalagi menggalang dana. Tidak sama sekali. Saya hanya
ingin memiliki ruang yang lebih banyak untuk menulis dan membangun persaudaraan
di dunia maya.
Taman Kliningan, 25 September
2007
---diperbarui di
Cakung, 7 Mei 2017
Dhipa Galuh Purba
Komentar