Rabu, 23 Juli 2008, pukul 22:06 WIB, saya menerima kiriman pesan pendek dari Rina Usman, juru tembang petingan, yang isinya mengabari bahwa Ibu Hj. Euis Komariah sedang dirawat di Rumah Sakit Santosa, tepatnya di kamar 845.
Pada saat menerima SMS tersebut, saya sedang siaran di Radio Shinta Buana 97,2 FM. Oleh karena itu, kabar dari Rina Usman langsung saya siarkan. Tentunya untuk meminta do’a dari baraya Shinta, semoga sang maestro tembang Sunda Euis Komariah segera sembuh seperti sedia kala.
Rina tidak menyebutkan jenis penyakitnya, hanya menceritakan bahwa pada sore hari Euis Komariah jatuh sampai pingsan.
Tidak disebutkan pula jatuhnya dari mana. Dadan Sutisna pun terkejut ketika dikabari tentang Euis Komariah yang sedang dirawat. Sebab pada siang harinya, menurut Dadan, Euis Komariah tampil di Taman Budaya Jawa Barat.
Tentu para pecinta tembang Sunda tidak akan bireuk lagi kepada Euis Komariah. Bercerita mengenai tembang dan kawih, belum lengkap kalau tidak membicarakan Euis Komariah. Juru sekar yang memiliki suara emas, pelantun lagu “Serat Salira” yang suaranya selalu dirindukan masyarakat pecinta kawih dan tembang.
Euis Komariah, lahir di Majalaya, 9 September 1949. Sejak kecil sudah mencintai seni tembang. Ketika Euis masih duduk di bangku kelas empat SD, Euis sudah berani tampil di panggung menjadi juru sekar. Euis menuntut ilmu di SDN Wangisagara, Majalaya dan SDN Cipeujeuh, Pacet, Majalaya.
Jika masih duduk di bangku SD sudah berani manggung, maka ketika duduk di bangku SMP, Euis semakin kreatif dan aktif dalam menekuni seni tembang. Euis tidak pernah merasa bosan mengasah kemampuannya di perkumpulan seni Sunda yang berada di kampungna, Cipeujeuh, Pacet, Majalaya.
Berkat bimbingan Ansorudin, ketika menjadi siswi SMPN 5 Bandung sudah mendapat kepercayaan untuk mengisi acara “Angkatan Bersenjata” di RRI (Radio Republik Indonesia), diiringi oleh juru kacapi, Pak Ebar dan Pa Engkos. Pada tahun 1962, dalam usia 13 tahun, Euis menjadi peserta Pasanggiri Tembang Sunda (PTS) yang digelar ku Damas (Daya Mahasiswa Sunda), dan terpilih sebagai juara II. Selanjutnya Euis meraih juara pertama PTS 1966 ketika sudah duduk di bangku SMA Pasundan Bandung.
Euis Komariah menikah dengan seniman koreagraper ternama, Gugum Gumbira Tirasonjaya. Oleh karena itu, karirnya semakin melesat. Setelah sukses mendirikan grup seni sunda “Déwi Pramanik”, Euis dan suaminya mendirikan grup kasenian Sunda sekaligus studio rekaman yang bernama JUGALA, sekitar tahun 1976. Jugala mengalami masa puncak kejayaan pada tahun 70-an sampai 80-an.
Semoga Ibu Hj. Euis Komariah segera sembuh seperti sedia kala dan bahkan lebih sehat lagi, amiiin.***
DHIPA GALUH PURBA
Komentar