Sajak Dhipa Galuh Purba
(---kala luka merasuk jiwa)
Kidung Dusun Embun
Dan awan pun membuncah, langit
menangis
Desaku tergenang gelimang impian
Terputuslah jejak darah itu
Saat air mata memerah dan
membelenggu
Langkah meragu di pintu bisu
Masih ada nafas dalam tenggelam
Meski harapan telah pudar
Buatkan sekedar rakit untuk
menepi
Balutkan luka sekedar menahan rintih
Sebab jejak darah itu tidak
terhapus
Hanya terputus-putus
Menuju batas penghabisan
Embun memerah dan berkabung
Nantikan pijaran mentari
Atau nyalakan oncor
Sekedar petunjuk arah
Agar tidak ragu arahkan tatapan
menghadap Kiblat
Ranggon Panyileukan, 1426-1429 H
Tentang Sahabat
Yang telah lama berbagi rasa
Kupercayakan apa yang aku tak percaya
Segalanya telah telanjangi lubuk nista
Kedukaan itu, pelan mengalir dalam irama
Untaian demi untaian membelenggu relung jiwa
Hapus, oh… serat-serat tentang kebekuan
Demi kenyataan, kutebas sayap mimpi
Demi cinta, akan kutanggalkan serat palsu
Cinta telah matikan cinta
Cinta telah hapuskan cinta
Nafsu angkara, dari cinta dan oleh cinta
Tapi, bukan untuk cinta
Bandung, 26 Juni 2004
Tentang Cahaya
Kutatap mentari untuk butakan mata
Namun hatiku, tetap melihat
Rasa itu tak mudah untuk diredupkan
Tak kuasa memendam
Ada cahaya hidup
Dalam relung sanubari:
Redup, terang, bergantian
Mengapa kegelisahan itu selalu mewarnai?
Waktu kian menua
Langkah makin surut
dalam prahara
Di mana cahaya lenyapkan kegelapan
Dalam setiap desahan luka
Dan titik-titik air mata membara
Bandung, 26 Juni 2004
Keterpaksaan Itu
Telah jadikan ketersesatan yang tak kunjung berujung
Dalam lubuk jiwa:
Kelam, hitam, gulita siang, gelap malam
Hingga napas pun terengah, terkapar
Di mana kematiaan kurindukan
Sepi dalam kebisingan hidup
Bising dalam kesepian jiwa
Cerita lara
Tak ada lagi…
Semua hanya sia-sia
Kelaraan itu
Ternyata Kebahagiaan dalam hidup
Bandung, 26 Juni 2004
Kuhujam Dengan
Kebencian
Dan kerinduan nista yang selalu menghantui
Telah kuhujam dengan tusukan kebencian
Kukubur bersama waktu yang terus berlalu
Kubisikkan kata akhirku, yang terlahir dari lubuk hati
Betapa kebutaan cinta telah menghancurkan detak langkah
Kuimpikan cinta itu hadir, sesaat untuk kuhirup
bersama nafas-nafas kerinduan dan kebencian
Dan kenyerian yang tak kunjung reda ini
Akan butakan segala rasa
Aku mencintaimu, aku membencimu
Kurindukan dirimu: untuk kupeluk, dan
kucabik dengan belati
kebencian.
Karena kebencian yang terbaik untukku
Caringin, 1424 H
Cie...
Tentang waktu,
tentang usia,
tentang cinta,
kutanyakan pada nurani-mu
(Bojongkonci, 2004)
Kedok Luka
Terukir bibir mungil
tergambar mata menyala
terlukis alis simetris
Lupakah?
pipi yang tidak terpoles
mengembung
saat luka menyayat
terkuaklah rona putus asa
Pondok Mustika, 2 Dzulhijjah 1426 H
Komentar