Oleh M SUDAMA DIPAWIKARTA
FILM yang sudah diloloskan LSF dapat ditarik kembali berdasarkan peraturan
perundangan. Hal itu sebagaimana dipaparkan dalam Pasal 38 ayat (1) PP No. 18 Tahun 2014, yang
menyatakan film dan iklan film yang sudah lulus sensor dapat ditarik dari
peredaran oleh Menteri berdasarkan pertimbangan LSF apabila menimbulkan
gangguan terhadap keamanan, ketertiban, ketentraman atau keselarasan hidup
masyarakat.
Kendati demikian, LSF senantiasa menghindari terjadinya penarikan film dari
peredaran. Apa yang sudah diputuskan LSF adalah keputusan final yang sudah
melalui penelitian dan penilaian secara teliti. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan gangguan terhadap keamanan, ketertiban, dan ketentraman merupakan
bagian penting dalam pertimbangan keputusan LSF. Itu sebabnya sensitivitas
masyarakat selalu menjadi salahsatu bahan pertimbangan penting.
Adapun dasar dari pertimbangan situasi dan kondisi masyarakat disebutkan
dalam Pasal 6, UU Perfilman 2019, bahwa film dilarang mengandung isi yang memprovokasi
terjadinya pertentangan antar kelompok, antar suku, antar ras, dan/ atau antar
golongan. Maka apabila ada sebuah film yang di dalamnya mengandung konten yang
dikhawatirkan menimbulkan pertentangan di tengah masyarakat, LSF tidak akan
menerbitkan STLS (Surat Tanda Lulus Sensor) untuk film tersebut.
Tidak ada STLS percobaan, atau dengan kata lain mencoba meloloskan dulu film
untuk diuji, dan jika terjadi pertentangan di masyarakat, film akan ditarik
kembali dari peredaran. Hal itu tentu saja tidak akan dilakukan LSF. Pasal 38
ayat (1) PP No. 18 Tahun 2014 adalah semacam pintu darurat pesawat yang hanya
akan digunakan jika keadaan benar-benar membahayakan. Namun LSF tidak
segan-segan untuk menggunakan pintu darurat pesawat, jika pemilik film tidak
mentaati catatan revisi yang telah disepakati. Apalagi memutar film dengan
konten berbeda dari film yang disensorkan.
Muncul sebuah pertanyaan, apakah film yang sudah ditolak LSF di masa lalu,
dapat diloloskan di masa sekarang dengan dasar UU Perfilman 2009? Atau
sebaliknya, dapatkah film yang tidak diloloskan sekarang, nanti di masa yang
akan datang bisa diloloskan? Pertanyaan tersebut terlontar dari seorang peserta
dalam diskusi ”Budaya Sensor Mandiri”.
Jawabannya, film yang sebelumnya sudah ditolak oleh LSF, hampir tidak
mungkin diloloskan sekarang. Apalagi jika alasan penolakan film tersebut sangat
prinsip, misalnya film tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,
tentunya jelas sangat mustahil untuk diloloskan sekarang. Kecuali film yang pernah
ditolak sebelum kemerdekaan RI, mungkin saja bisa diloloskan sekarang. Sebab,
pada jaman penjajahan Belanda dan Jepang, film yang ditolak itu justru
merupakan film yang mengandung nilai-nilai patriotisme. Para penjajah merasa
khawatir kalau film tersebut dapat mempengaruhi rakyat Indonesia untuk bangkit
dan melawan penjajajah. Pada
saat itu, lembaga sensor memang dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasan.
Sementara pada saat ini LSF
benar-benar independen. Pemerintah tidak pernah melakukan intervensi kepada LSF
untuk meloloskan atau tidak meloloskan film tertentu.
Sebaliknya, film yang sebelumnya diloloskan, ada kemungkinan sekarang tidak
dapat lolos jika ada perubahan peraturan perundangan. Sebab, LSF senantiasa mematuhi
norma-norma baru yang diberlakukan. Sebagai perbandingan, sebelum
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ), menyalakan lampu sepeda motor di siang hari bisa kena tilang. Namun
setelah berlakunya UU LLAJ 2009, justru yang tidak menyalakan lampu sepeda
motor siang hari yang akan ditilang, sesuai dengan Pasal 107.
Demikian halnya dengan konten film yang kaitannya dengan norma baru, yang
tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Misalnya, saat ini film iklan rokok diloloskan
untuk usia 17 tahun keatas dan 21 tahun keatas. Namun, seandainya benar ada
larangan iklan rokok pada UU Penyiaran baru, maka STLS untuk film iklan rokok
yang dikeluarkan saat ini, tentu saja tidak akan berlaku pasca UU Penyiaran
baru telah diberlakukan. Dan
itu bukan berarti LSF menarik kembali STLS yang telah diterbitkan. Sebab, LSF
bekerja berdasarkan regulasi yang berlaku.
Adapun film yang tidak diloloskan sekarang dengan alasan adanya pelanggaran
terhadap enam larangan konten film pada Pasal 6 UU Perfilman 2019, sampai kapan
pun film tersebut tidak akan pernah diloloskan selama negeri ini masih memegang
teguh Pancasila dan UUD 1945. Sebab, enam larangan isi film yang terkandung
dalam UU Perfilman 2009 tersebut, selaras dengan nafas pancasila dan UUD 1945.
Larangan tersebut merupakan hal yang sangat prinsip dan tidak akan bisa
diganggu gugat. Meskipun terjadi revisi UU Perfilman, enam larangan dalam UU
Perfilman 2009 tidak akan mungkin berubah menjadi konten yang diperbolehkan,
selama Indonesia masih memegang teguh Pancasila dan UUD 1945.***
dhipa@galuh-purba.com
Dimuat di Majalah Sensor Film, Edisi 7, Tahun 2018
Komentar