Oleh DHIPA GALUH PURBA
TIDAK perlu
memaksakan diri pergi ke Negeri China untuk menunutut ilmu. Terlebih lagi kalau
tidak punya buat ongkosnya. Sebab, orang China sendiri yang berbondong-bondong datang
ke tanah air, dan kemudian banyak yang akhirnya memilih menjadi Warga Negara
Indonesia (WNI). Tentu, ada banyak hal menarik di bumi Indonesia, yang membuat
mereka “jatuh cinta” kepada tanah air tercinta ini. Harta, tahta, atau wanita,
kemungkinan bukan daya tarik utama. Sebagai keturunan negeri yang direkomendasikan
Arab menjadi lautan ilmu, maka penghuninya pun tentu didominasi oleh orang-orang
yang haus akan ilmu. Berarti, mereka memandang Indonesia sebagai belantara ilmu
yang harus diburu berpacu dengan waktu.
Ada banyak hal
yang perlu dibaca di Negeri Indonesia. Khususnya di tatar Sunda, nenek moyang
tidak terlalu berambisi mewariskan barang-barang pusaka atau bangunan megah. Para
leluhur Sunda lebih banyak mewariskan untaian kata-kata melaui aksara, yang
kemudian disebut dengan nama naskah Sunda kuna dan prasasti. Naskah Sunda
tertua adalah Sanghyang Siksakandang Karesian (1518 M). Naskah-naskah
lainnya ada Bujangga Manik, Ramayana, Carita Parahiyangan, Amanat
Galunggung, Sewaka Darma, Sanghiayang Ragadewata, Dharmajati, dsb. Sedangkan
prasasti yang telah ditemukan diantaranya Juru Pangambat, Nyalindung,
Batutulis (Bogor), Sanghiyang Tapak, Pasir Datar (Sukabumi), Cikapundung
(Bandung), Cikajang (Garut), Geger Hanjuang (Tasikmalaya), Kawali,
Galuh, Mandiwuna. Sadapaingan
(Ciamais),
Huludayeuh (Cirebon) Kebantenan (Bekasi), dsb.
Selain memiliki bahasa Sunda, nenek moyang
Sunda pun berhasil menciptakan huruf tersendiri: huruf Sunda Kuno.
Menurut catatan sejarah, sebelum abad 19 sampai sekarang di tatar Sunda menggunakan
huruf latin, ada beberapa huruf yang pernah dipakai, seperti Pallawa, Pranagari, Jawa (cacarakan), Arab (Pegon), dan tentunya huruf Sunda kuno yang jelas merupakan hasil karya
leluhur Sunda.
Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pada tahun 2008 huruf Sunda pun
telah resmi diakui oleh unicode. Ini adalah hasil kerja keras Dadan
Sutisna dan kawan-kawan yang tergabung dalam “Tim Unicode Aksara Sunda”,
dibawah koordinasi Balai Pengembangan Bahasa Daerah (BPBD) Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Barat
Sekedar catatan,
Unicode Consortium adalah sebuah lembaga independen yang berdiri pada tahun
1991. Lembaga tersebut dirintis oleh perusahaan-perusahaan komputer ternama di dunia,
seperti Apple Computer, Microsoft, IBM, Xerox, HewletPackard Adobe Inc, dsb.
Lembaga inilah yang selanjutnya membuat standar encoding character set dalam
sistem komputer, yang bisa menampilkan berbagai jenis huruf dalam komputer.
Dengan resminya huruf
Sunda masuk dalam unicode, berarti huruf Sunda sudah sejajar dengan
huruf lainnya di Indonésia yang sudah lebih dulu diakui unicode, seperti huruf Bali,
Bugis, Rejang, dsb. Hal-hal semacam inilah yang menjadi penyumbang bagi
khazanah kekayaan budaya Indonesia. Maka dalam revisi keempat UUD 1945, dipaparkan
bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah-tengah peradaban
dunia dan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya (Pasal 32, ayat 2).
Tentu tidak
cukup hanya sekedar diakui unicode. Langkah selanjutnya yang lebih penting
adalah realisasinya dalam kehidupan nyata di zaman sekarang. Memang beberapa
nama-nama jalan di Jawa Barat telah menggunakan huruf Sunda (disamping huruf
latin), tetapi para sineas sinematografi Sunda belum terketuk hatinya untuk merasa
bangga dengan huruf miliknya sendiri. Coba perhatikan film-film Jepang, China, Korea,
atau India. Selain huruf latin, mereka tetap bangga dan sangat percaya diri menghiasai
film-film mereka dengan huruf Hiragana, Katakana, Kanji, Hangul,
dsb.
Tradisi menulis
dan membaca sudah tertanam sejak zaman baheula, yang kemudian diwariskan
dari generasi ke generasi. Sudah sepantasnya jika disebutkan bahwa nenek moyang
Sunda gemar membaca, para leluhur perintis buku. Berburu ilmu salahsatunya bisa
melalui buku. Kenapa harus berilmu? Sebab, pada sisi tertentu, kualitas manusa
sangat ditentukan oleh ilmu yang dimilikinya. Ilmu dapat menjadikan seorang manusia
lebih mulia dari yang lainnya. Dengan ilmu, seseorang bisa memiliki iman,
taqwa, dan pandai bersyukur. Singkatnya, kedudukan ilmu sangat tinggi. Dan ilmu
bukan merupakan hasil manusia secara otonom, sebab dalam proses perburuannya
ada keterlibatan Yang Maha Kuasa. Akal menjadi semacam jendela atau pintu untuk
masuknya ilmu, seperti halnya juga hati yang menjadi penerima pancaran Illahi. Dengan
membaca, berarti telah berupaya untuk membuka jendela atau pintu manusia dalam
proses transper ilmu. Sebab dunia ilmu bukanlah dunia berbicara, melainkan dunia
membaca. Jadi, bacalah buku untuk berburu ilmu.
Buku tetap menjadi bacaan yang praktis dan aman,
untuk sekarang, sepuluh tahun kedepan, duapuluh tahun, dan mungkin puluhan atau
ratusan tahun lagi. Perkembangan website yang begitu marak, tidak akan
mampu mematikan peran buku. Memang banyak para pengamat yang memprediksi bahwa
buku cetakan akan segera tersisih oleh e-book (buku elektronik). Namun prediksi
mereka hanya berdasarkan fenomena sekilas. Buktinya, maraknya perkembangan
dunia maya justru lebih menguntungkan bagi
dunia perbukuan. Semua orang bisa membuat blog atau fortal yang memuat
konten seputar buku, baik membedah, mengupas, mendiskusikan isi buku, maupun
menjual buku via internet. Jadi, dunia maya dan buku cetak sama-sekali tidak
bermusuhan, bahkan bisa menjadi partner dalam meningkatkan minat baca masyarakat.
Keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, saling melengkapi, seperti
halnya sepasang kekasih yang selalu saja ada kekurangan disamping kelebihannya.
Contoh nyata kelemahan file komputer
adalah sangat rentan oleh serangan virus. Jangan lupa, perkembangan virus
komputer pun semakin pesat dan ganas. Dengan sekali “klik” saja, maka semua file
di komputer bisa menjadi hilang atau rusak. Buku cetak cenderung lebih aman,
karena sulit ditembus virus. Namun Buku cetak pun bisa rusak atau hilang jika
dicuri, kebakaran, kebanjiran, atau dimakan rinyuh. Nah, untuk menghindari virus, pencuri,
kebakaran, kebanjiran, dan rinyuh, pelajarilah ilmunya dalam buku-buku.
Menurut sahabat saya, Dadan Sutisna, anti virus yang paling mujarab adalah:
ilmu pengetahuan tentang komputer. Jadi,
kembali lagi kepada ilmu; kembali lagi kepada buku; dan mari berburu ilmu lewat
buku!***
Kaki Gunung
Manglayang, 21 Januari 2009
Komentar