Menjadi Guru Profesional, 288 Halaman Untuk 6 Tahun



Catatan  DHIPA GALUH PURBA

Buku yang saya bawa ini berjudul “Menjadi Guru Profesional”, diterbitkan pada tahun 2013 oleh Esensi, Erlangga Group. Buku ini ditulis oleh Prof. Suyanto, Ph.D. dan Drs. Asep Jihad… Allahu Akbar! Maaf, setiap kali saya mengucapkan kata “jihad”, saya selalu ingin mengumandangkan takbir.

Buku setebal ini harganya sangat murah. Bandingkan saja dengan jajanan anak-anak, yang rata-ratanya sekarang Rp500,-/ item. Sementara harga buku ini hanya setengahnya dari jajanan anak-anak, yaitu  Rp 275,-.

Jadi, kalau para pembaca tidak membeli buku ini, terlalu! Kalau tidak percaya, silahkan kunjungi stan Erlangga, dan tanyakan langsung kepada stan guide, harganya hanya Rp 275,-... perlembar. Tebalnya 288 halaman, ditambah cover depan dan back cover, menjadi 290 halaman. Jadi, kalau dikalikan Rp 275,- jumlahnya Rp 80 ribu.

Harga Rp 80 ribu itu belum termasuk diskon. Saya sendiri mendapatkan buku ini dengan diskon fantastis, sekitar 500%. Wajar saja, karena saya seorang penulis resensi buku. Jadi, beberapa penerbit sering mengirimkan buku kepada saya, dengan memberikan diskon 500%, atau bahkan 1000%. Tergantung persentase niat ibadahnya.

Tetapi para penerbit selalu hati-hati kalau mengirim buku kepada saya. Sebab, jika buku tersebut isinya jelek, pasti akan saya tulis apa adanya. Sebaliknya, jika isi bukunya bagus, akan saya katakan bagus pula.

Saya tidak akan pernah mengatakan isi buku bagus, kalau memang kenyataannya jelek. Meskipun saya diancam dengan sebilah pisau atau sepucuk pistol, saya tidak gentar. Saya seorang penulis resensi yang berani mati untuk berjihad... Allahu Akbar... Mohon maaf, tadi saya katakan bahwa setiap saya mengatakan jihad, otomatis saya selalu mengumandangkan takbir.

Saya ulang lagi: Saya seorang penulis resensi yang berani mati untuk berjihad... Allahu Akbar....di jalan resensi.

Sebab dalam menjalankan profesi sampingan penulis resensi, saya memegang prinsip Annadopatu Minal Iman, yang artinya adalah Kebersihan sebagian daripada iman. Bagi saya, sebuah buku harus bersih dari segala kesalahan ketik, bersih dari segala kesalahan kata, bersih dari segala kesalahan kalimat, bersih dari kesalahan pengertian, bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme.

Pokoknya harus bersih. Tapi jangan sampai bersih dari isinya. Apa yang mau diresensi kalau tidak ada isinya?  Karena sesungguhnya saya bukanlah seorang penggemar kertas kosong, apalagi amplop kosong.

Jadi, kalau sebuah buku yang sudah saya pegang, percayalah buku tersebut bagus. Termasuk buku ini karya Prof. Suyanto dan Asep Jihad.... Allahu Akbar... ini. Sebab saya tidak mau membuang-buang waktu untuk membaca buku yang tidak bermutu. Buku ini sangat bermutu.

Silahkan lihat saja pada bagian cover depan, tertulis dengan jelas: Buku Wajib, Peningkatan Mutu Guru. Karena buku ini disebut wajib, maka bagi yang tidak membaca dikhawatirkan masuk neraka. Maksud saya, wajib itu kan keharusan yang sifatnya memaksa, dan jika tidak dilaksanakan maka akan mendapat hukuman, serta tidak akan mendapat hak apa-apa.

Saudara-saudara wajib membayar pajak STNK kendaraan, dan setelah kewajibannya ditunaikan, saudara berhak menggunakan jalan raya. Tidak ada yang bisa menggugurkan hak saudara, kecuali kalau ada pejabat yang melintasi jalan raya, terpaksa harus menepi dulu, karena para pejabat sekarang sangat senang meilhat pengguna jalan raya ketakutan dibentak-bentak aparat pasukan pengawal.

Demikian pula saudara-saudara calon guru, atau yang bercita-cita menjadi guru, atau yang pacarnya seorangnya guru, atau yang keluarganya guru, atau yang tetangganya guru, sangat disarankan untuk membaca buku ini.

Adakah disini seseorang yang tidak mempunyai tetangga seorang guru? Suatu hil yang sangat mustahal, kata KH. Zaenuddin MZ almarhum.

Saya sendiri merupakan keluarga besar guru. Ibu saya guru ngaji. Bapak saya guru silat. kakak saya guru menyetir, adik saya guru pabrik, dan saya sendiri seorang guru bangunan. Ya, saya memang bukan seorang guru sekolah.

Tetapi mantan pacar saya seorang guru SMA. Dengan membaca buku ini, mantan pacar sangat mengagumi saya, karena pengetahuan saya mengenai guru begitu luas. Saya sangat bangga terhadap guru. Karena guru itu sangat mulia. Saking mulianya,  kita tidak pernah  mendengar istilah mantan guru. Yang ada adalah mantan saya guru SMA.

Jadi, jika disini ada yang bercita-cita mempunyai seorang pacar atau seorang istri yang berprofesi guru, mengaculah pada buku ini. Baca buku ini, dan jadikanlah bahan obrolan dalam setiap kali apel ke rumahnya.

Saya jamin, ketika ngapelin pacar yang berprofesi guru, saudara tidak akan kehabisan topik obrolan dengan membaca buku ini. Buku ini kan 288 halaman. Andaikan dalam satu kali apel malam minggu mengambil topik satu halaman saja, berarti kita sudah punya bahan untuk 288 minggu.

Satu tahun kan sekitar 48 minggu. Artinya dengan 288  topik ini, kita bisa aman apel ke rumahnya selama enam tahun. Bayangkan, enam tahun.

Apakah dengan enam tahun kita tidak bisa menarik perhatiannya atau mengalihkan cintanya untuk meninggalkan pacar lamanya? Sungguh terlalu kalau dalam jangka waktu enam tahun kita tidak bisa meraih simpati guru pujaan, dengan mengusung topik cerdas yang sangat bermanfaat bagi dirinya.

Apalagi kalau kita hanya apel sebulan sekali. Berarti kita sudah punya topik obrolan untuk 288 bulan atau untuk 24 tahun. Keterlaluan jika dalam waktu 24 tahun kita tidak bisa merebut simpati si dia. Itulah manfaat buku ini dilihat dari sisi perdukunan.

Betapa nikmatnya mempunyai pasangan hidup seorang guru. Pada malam pertama, kita cukup berbisik: ajari aku! Pada malam kedua, untuk mengelabui mertua, kita bisa menggunakan istilah-istilah dari buku ini.

”Bu, malam ini kita coba metode eksplorasi ya...”
”Ah, besok kan libur... model hibrid pun tak masalah.”

”Bu, penskoran aspek afektif dan tes psikomotorik itu sepertinya seru juga ya...”
”Kan ibu sedang palang merah, jadi malam ini pembelajaran tematik saja ya...”

Mari kita lanjutkan menelisik  buku ini. Selain isinya, kita juga harus mengafresiasi cover depannya, Lihat betapa bersihnya buku ini, backgroundnya juga putih, seputih hati saudara-saudara.

Sayang sekali bersih yang dimaksud saya bukan seperti ini. Justru dengan bersihnya dari ilustrasi, desain covernya tampak kurang menarik.

Hanya ada ilustrasi jempol, yang hampir setiap hari kita mengklik di jejaring sosial. Tapi ini kurang lengkap, tidak ada untuk fasilitas untuk ”share”, tidak ada kolom untuk coment, tidak ada juga buat nge-tag.

Begitu pula dengan back covernya yang sama bersih dari ilustrasi. Hanya ada sebuah pulpen. Sementara konten yang sangat menarik dalam buku ini, terdapat pada bab 8, yang berjudul: Guru dan Perubahan Zaman.

Dimana seorang guru dituntut harus mampu mengikuti perkembangan zaman, terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Mestinya pada bagian cover ini dipenuhi dengan simbol-simbol teknologi, semisal mos, kibot, layar monitor, modem, wifi,  10 situs teratas menurut alexa, pulsa internet, atau penunggu konter pulsa yang kece.

Sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Suyanto dan Drs. Asep Jihad Allahu Akbar dalam buku ini, perkembangan TIK menyebabkan terjadi perubahan paradigma dalam pendidikan.

Jika dalam paradigma lama kegiatan belajar berpusat pada guru, maka dalam paradigma baru justru berpusat pada murid.

Jika dulu menggunakan media tunggal, kini sudah multimedia. Jika dulu guru menyampaikan informasi, sekarang guru dan murid bertukar informasi. Anak SD pun sudah punya akun facebook.

Mereka sudah akrab dengan dunia maya, dan mereka sudah paham bagaimana caranya mencari suatu informasi.

Maka jika dikabarkan ada seorang guru pedofhil, yang memacari anak SD, misalnya, perlu diteliti lebih jauh, jangan-jangan mereka berkenalan melalui akun jejaring sosial:  guru  menggunakan foto anaknya, atau anak yang menggunakan foto ibunya dalam akun facebook atau twitternya.

Makanya bab 8 itu mestinya menjadi bab 1, karena bisa menjadi titik tolak dalam mempelajari karakter siswa, menentukan model atau metode pembelajaran, cara mengimplementasikan di dalam kelas, mengukur kompetensi dalam mengajar, hingga mencoba mengoreksi diri sendiri, yang semuanya dipaparkan dengan sangat cerdas dalam buku ini.

Tidak hanya memberikan pencerahan dalam mempelajari karakteristik murid dan kegiatan belajar mengajar, tetapi juga mengoreksi pribadi gurunya sendiri.

Misalnya, termasuk ke dalam jenis pribadi manakah sebagai seorang guru? Apakah Public Self (pribadi guru yang terbuka, yang dikenal oleh dirinya sendiri dan siswa); ataukah masuk pada jenis Hidden Self (pribadi guru yang tersembunyi,  dikenal oleh diri sendiri tetapi tidak dikenali oleh murid); atau juga Unknow Self (pribadi yang tidak dikenal oleh siapapun, baik oleh murid ataupun oleh dirinya sendiri).

Public Self merupakan sebuah jenis kepribadian yang sangat bagus dimiliki oleh seorang guru. Menginformasikan identitas yang penting, agar mudah dihubungi oleh murid.

Punya akun dijejaring sosial. Punya email. Punya blog. Namun perlu diingat keterbukaan yang dimaksud tidak berarti harus menelanjangi diri, apalagi di depan kelas.

Jika menulis status facebook, misalnya, menulislah kata-kata yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, dengan bahasa yang segar dan cerdas.

Jangan sampai over public self, dengan menginformasikan segala sesuatu yang kurang bermanfaat, terlebih jika terdorong oleh kegalauan tiada akhir. ”Masa sih bulan ini aku cuma dikasih  uang resiko dari suami  Rp 500 ribu. Biarpun gajiku Rp10 juta, tapi kan masih kurang”. Atau... ”Jengkel banget  sama anak yang duduknya paling depan. Kalau bapaknya gak cakep, pasti sudah keluarin saja dari kelas”.

itu dua contoh status facebook seorang guru yang kurang baik.

Hidden self, sudah tidak zamannya lagi.Di dalam buku ini dipaparkan bagaimana caranya menjalin kedekatan emosional antara guru dan murid untuk lebih mengoptimalkan kegiatan mengajar.

Bagaimana mungkin anak-anak merasa nyaman belajar, jika tidak mengenali gurunya dengan baik. Apalagi bagi yang berjenis unknow self,  sebaiknya berhenti saja menjadi guru dan mencoba menjadi seorang debt collector misalnya.

”Anak-anak, rangkum bab 1, tetapi kalian jangan ribut di kelas, karena bapak mau keluar dulu. Kalau sudah bel, antarkan hasilnya ke meja bapak,”

”Bapak mau kemana?”

”Bapak ada keperluan, tetapi  bapak lupa keperluannya apa. Jadi bapak mau pulang dulu ke rumah, menanyakan ke istri bapak...”

Itu contoh seorang guru yang berkepribadian unknow self.
**

Buku ini bisa memberikan petunjuk bagaimana langkah-langkah menjadi seorang guru yang gaul, cerdas, berpengetahuan luas, dan selalu dirindukan oleh siswa.




0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post