BUKAN hanya tentang respon terhadap perkembangan teknologi informasi, ternyata pelayanan berbasis elektronik pun merupakan sebuah solusi ketika pandemi corona melanda dunia. Sekarang corono, besok atau lusa kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Meski kita senantiasa berdoa agar tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, tetapi memperkokoh persiapan merupakan suatu hal yang lebih utama.
Presiden RI telah mengeluarkan sebauah Perpres tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Yaitu Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE. Perpres 95 Tahun 2018 ini ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Oktober 2018 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 182 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly, pada tanggal 5 Oktober 2018 di Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE ini membahas Rencana Induk Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Nasional sebagai salah satu misi pembangunan nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO7 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2OO5 - 2025: yakni mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
Misi untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing dapat dilakukan melalui pembangunan aparatur negara yang mencakup kelembagaan, ketatalaksanaan, pelayanan publik, dan sumber daya manusia (SDM) aparatur.
Tujuan dari pembangunan aparatur negara adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi pemerintahan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.
Tentu saja kesiapan aparatur negara diperlukan untuk mengantisipasi proses globalisasi dan demokratisasi agar pemerintah melakukan perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan, kebijakan dan program pembangunan yang membuka ruang partisipasi masyarakat, dan pelayanan publik yang memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas, dan kinerja tinggi.
SPBE dilaksanakan dengan prinsip efektivitas, keterpaduan, kesinambungan, efisiensi, akuntabilitas, interoperabilitas, dan keamanan.
Kalau memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan SPBE, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semua itu adalah untuk mempermudah pelayanan. SPBE dapat memangkas kerumitan birokrasi terkait pelayanan pemerintan kepada masyarakat. Ketika suatu hal bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit? Begitulah semangat dari pelaksanaan SPBE.
Mendesaknya pelaksanaan SPBE yang maksimal dapat terasa ketika dunia dilanda pandemi corona. Seruan untuk bekerja di rumah alias wfh (work from home) menjadi gagap ketika sebuah instansi atau perusahaan swasta belum maksimal melaksanakan SPBE.
Beberapa bulan menjelang merebaknya wabah virus corona, Lembaga Sensor Film (LSF) meluncurkan aplikasi Administrasi Sensor Berbasis Elektronik (e-SiAS) yang tentu saja tujuan dan semangatnya adalah untuk memudahkan para pelaku perfilman di tanah air dalam mengajukan permohonan penyensoran film dan iklan filmnya secara digital.
Dengan adanya e-SiAS ini, para penyensor film dapat melakukan pendaftaran online, termasuk mengirimkan materi film dan/ atau iklan film yang akan disensorkan. Tentu saja dapat melihat progress penyensoran secara online. Hasilnya pun diunduh dan diprint sendiri surat tanda lulus sensornya, karena menggunakan teknologi QR Code.
Sementara itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun telah melakukan berbagai usaha untuk mengimplementasikan SPBE. Misalnya melakukan perjanjian kerjasama dengan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN).
Diantaranya implementasi Tanda Tangan Elektronik (TTE) di kalangan satuan kerja/unit kerja di lingkungan Kemendikbud. Maka di LSF pun tandatangan elektronik sudah dilaksanakan. Pada Surat Tanda Lulus Sensor, kini tidak lagi menggunaka tandatangan manual. Semuanya sudah serba elektronik.
Adapun dasar hukum pelaksanaan SPBE dan regulasi yang berkaitan dengan pentingnya pelaksanaan SPBE, dapat diunduh di bawah ini:
Komentar