Tujuh Kang Samuh

Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi


Catatan DHIPA GALUH PURBA

TAHUN 2005 di sebuah kamar kost berukuran 2X3 Meter bernama Pondok Mustika. Dengan enjoynya duduk di karpet lusuh sambil diharudum sarung, diantara tumpukan buku yang kurang teratur, seuseuheun berserakan, gelas kotor bekas kopi, asbak yang disesaki puntung rokok, dan satu unit komputer jadul.

Itulah Kang Samuh ketika berada di kamar kost saya, yang terletak di Jl. Manisi, Cibiru, Bandung. Kawan-kawan di tempat kost sudah tidak asing lagi melihat wajah Kang Samuh yang sering berkunjung ke kostan (biasanya ditemani Kang Agus Ahmad Safei).

Namun tidak banyak yang tahu bahwa Kang Samuh adalah Dr. Asep Saeful Muhtadi, dosen saya di Jurusan Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis terkemuka bidang komunikasi, yang sering menjadi narasumber dalam berbagai seminar atau diskusi hingga kelas internasional.

Di Pondok Mustika, saat itu, hanya saya satu-satunya yang sedang menyelesaikan studi di UIN SGD Bandung.

Sementara penghuni kost lainnya terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada mahasiswa IKOPIN, UNPAS, anggota Reskrim Polda Jabar, dan ada pula karyawan pabrik.

Kang Samuh tidak pernah memperlihatkan apalagi mengumumkan siapa dirinya. Kang Samuh yang merakyat, suka berguyon, membuat para penghuni Pondok Mustika pada mulanya mengira bahwa Kang Samuh adalah kawan bermain saya seperti halnya Dadan Sutisna atau Miftahul Malik yang sering mampir ke kamar kost.

Setiap Kang Samuh berkunjung ke kamar kost, belum pernah menyaksikan kamar saya dalam keadaan rapi. Setiap saat selalu berantakan.

Namun, Kang Samuh tidak pernah kapok. Terkadang Kang Samuh asyik membaca buku, sampai akhirnya tertidur beberapa jam di kamar kost.

Sebagai ahli komunikasi, Kang Samuh pun langsung akrab dengan kawan saya semisal Dadan Sutisna. Bahkan mungkin saja Dadan pun “tertular virus” ilmu komunikasi oleh Kang Samuh.

Dadan sering memakai bantal bekas Kang Samuh, sehingga kini Dadan telah menjadi ahli IT terkemuka, dan bukunya yang berjudul 7 Langkah Mudah Menjadi Web Master sangat laris di pasaran.

Sarung bantal bekas Kang Samuh  tidak akan pernah dijual meskipun ada yang mau menawar dengan harga mahal.

Bagi yang kepingin pinter urusan ilmu komunikasi, tidurlah menggunakan bantal itu, dan tentunya dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi.

Kunjungan Kang Samuh tentunya bukan datang sekedar iseng atau tanpa tujuan. Kang Samuh sering memberikan “kail” berupa pekerjaan seputar penerbitan buku, seperti seting naskah, lay-out, atau desain cover.

Sebagai mahasiswa yang hanya mengandalkan hidup dari mengarang cerita, saya sangat senang dengan pekerjaan tersebut. Artinya saya bisa mendapatkan penghasilan sampingan. Saya tidak pernah mengajukan tarif atas pekerjaan saya, karena Kang Samuh lebih mengerti akan hal itu.

Selain urusan buku, sekali-kali Kang Samuh minta direfleksi oleh kawan saya. Meski setiap direfleksi suka meringis-ringis, tetapi Kang Samuh malah ketagihan.

Jadi, kunjungan Kang Samuh ke kamar kost saya berhubungan dengan urusan buku dan refleksi. Dari sana terjalinlah suatu hubungan batin yang cukup kuat.

Saya tidak ragu menganggapnya sebagai guru, orangtua, dan sahabat. Saya mengagumi dan menghormatinya tanpa paksaan dari pihak manapun, meski tidak nandatangan diatas materai.

Saya banyak belajar kepada Kang Samuh, baik secara langsung ataupun melalui buku-bukunya. Kang Samuh adalah sosok yang sangat menghormati suatu perbedaan.

Menurut Kang Samuh, sebagaimana yang pernah dikutip oleh “PR” (28/04/08) di dalam agama Islam, sistem nilai plural adalah sebuah sunnatullah yang tidak mungkin berubah, dilawan, dan diingkari.

Barang siapa melawan hukum ini akan menimbulkan pergolakan yang tiada berkesudahan. Jadi, jika kita bijak, semua konflik sosial bisa dikembalikan kepada sumber jawaban paling hakiki, yaitu ajaran agama masing-masing. Tapi, sayangnya banyak penganut agama tidak memahami ajaran agamanya.

Kang Samuh pun mencintai kebudayaan Sunda. Saya dan Kang Samuh sering berdiskusi mengenai perkembangan kebudayaan Sunda, baik di kamar kost, di rumah Kang Agus, maupun di rumah Kang Samuh.

Satu hal yang cukup penting, jika berbincang-bincang dengan saya, Kang Samuh selalu menggunakan bahasa Sunda.

Di lingkungan keluarganya, Kang Samuh berbicara dengan menggunakan bahasa Sunda. Selain itu, Kang Samuh pun suka membaca buku-buku berbahasa Sunda.

Saya hanya mengenali tujuh sisi mengenai sosok Kang Samuh. Tentu saja ada sisi lainnya yang tidak atau belum saya kenali.

Pertama, saya mengenalinya sebagai dosen dan guru besar komunikasi UIN SGD yang sangat disegani oleh mahasiswa.

Sikapnya yang idealis dan tegas, bisa membuat mahasiswa bermasalah berdebar-debar jika berhadapan dengan Kang Samuh. 

Silahkan saja bereksperimen menyogok Kang Samuh untuk mendapatkan nilai kuliah, tentu akan fatal akibatnya.

Kang Samuh sebenarnya sangat senang bersahabat dengan mahasiswa. Bahkan diam-diam punya perhatian khusus kepada mahasiswa yang percaya diri dan berjuang mengukir prestasi.

Kang Samuh adalah seorang motivator yang hebat bagi para mahasiswa. Saya dapat menyelesaikan kuliah di UIN SGD Bandung, salahsatunya berkat dorongan semangat dari Kang Samuh.

Kedua, saya mengenali Kang Samuh sebagai penulis komunikasi yang produktif. Buku-bukunya banyak dijadikan rujukan oleh mahasiswa dan para praktisi komunikasi.

Di tengah kesibukannya mengajar dan kegiatan lainnya, Kang Samuh tetap menyempatkan diri untuk menulis. Tentu Kang Samuh sangat menyadari, bahwa dunia keilmuan adalah dunia membaca dan menulis, tidak cukup hanya bicara.

Ketiga, saya mengenali Kang Samuh sebagai pengurus Pusat Da’wah Islam (Pusdai) Jawa Barat. Bahkan sempat tersiar kabar bahwa beberapa ormas Islam mendukung Kang Samuh menjadi Ketua Pusdai Jabar, setelah Dr. Miftah Farid menyelesaikan masa jabatannya.

Artinya, Kang Samuh adalah seorang aktivis yang gigih dalam syiar Islam. Sebagai catatan, Kang Samuh berpendapat bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.

Keempat, saya mengenali Kang Samuh sebagai orang yang mencintai kebudayaan Sunda. Ia bangga menjadi orang Sunda, serta mensyukurinya dengan turut peduli terhadap perkembangan kebudayaan Sunda. Dalam suatu perbincangan ringan di rumahnya, Kang Samuh sempat melontarkan tanggapannya terhadap konsep Sunda itu Islam dan Islam itu Sunda. Menurut Kang Samuh, yang lebih tepat adalah Islam itu nyunda dan Sunda itu ngislam (islami).

Kelima, saya mengenali Kang Samuh sebagai orang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap nasib bangsa. Untuk membuktikan hal ini, silahkan paluruh lagi pernyataan-pernyataan Kang Samuh berupa kritikan pedas dalam berbagai media massa, yang intinya adalah untuk membangun kepribadian luhur bangsa Indonesia.

Keenam, saya mengenali Kang Samuh sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab. Untuk menemui Kang Samuh, saya tidak pernah merasa kesulitan. Sebab, Kang Samuh selalu pulang ke rumahnya, ke keluarganya, setelah menyelesaikan berbagai kegiatannya.

Jadi, saya suka menemui ke rumahnya jika sekali-kali memiliki kepentingan yang mendesak. Di rumahnya, di lingkungan keluarganya, saya dapat merasakan suasana kesejukan.

Ketujuh, saya mengenali Kang Samuh sebagai orang biasa yang sikapnya merakyat, santai, suka berguyon, dan tidak mempermasalahkan perbedaan status sosial. Dan sisi inilah yang paling saya kagumi pada sosok Kang Samuh. Bersahabat dengan bergembira.***

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post