Catatan: Sudama Dipa
HAMPIR tak bisa dibedakan lagi ketika di layar pesawat televisi menayangkan
film yang disiarkan melalui stasiun televisi atau menggunakan internet.
Terutama di tempat-tempat tertentu yang koneksi internetnya berjalan dengan
stabil, sehingga tayangan tidak tersendat-sendat untuk loading terlebih dahulu.
Inilah generasi pesawat televisi yang merespon perkembangan teknologi
informatika. Pesawat televisi tidak hanya bisa menangkap siaran dari stasiun penyiaran
televisi, melainkan bisa tersambung langsung ke internet.
Persaingan untuk mencuri perhatian mata manusia semakin meruncing. Di layar
yang sama, stasiun televisi harus bersaingan ketat dengan jutaan tayangan yang
siap putar di internet. Jutaan portal dan blog berlomba-lomba menampilkan
tayangan memikat di dunia maya. Bahkan ada diantaranya yang secara khusus
menampilkan konten aneka video yang diupload oleh masyarakat seantero jagat.
Misalnya dalam situs berbagi video youtube. Jenis kontennya, ada yang berupa film,
iklan film, news, dan lain sebagainya.
Beberapa waktu yang lalu, muncul juga sebuah situs yang menawarkan layanan streaming video dengan konten film dan
tv series, yang dikenal dengan nama netflix. Sejak tahun 1997, Netflix sudah
beroperasi di dunia maya. Ratusan ribu judul film dan tv series disediakan
untuk para member. Dan beberapa waktu yang lalu, Netflix telah merambah ke
Indonesia.
Maka muncullah pertanyaan: apakah film yang ditayangkan melalui situs
netflix atau website sejenisnya harus disensor? Tentu jawabannya sudah begitu
jelas sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman.
Dalam Pasal 57 ayat (1) disebutkan bahwa setiap film dan iklan film yang akan
diedarkan dan/ atau dipertunjukkan wajib menperoleh surat tanda lulus sensor.
Kemudian, dijelaskan dalam PP No. 18 Tahun 2014, bahwa yang dimaksud
pertunjukkan film adalah pemutaran dan/ atau penayangan film yang diperuntukkan
kepada umum melalui berbagai media. Lebih jelas lagi disebutkan pula pada Pasal
24 ayat (1), bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/ atau
dipertunjukkan kepada khalayak umum wajib disensor terlebih dahulu oleh LSF.
Undang-undang telah menjawabnya dengan tegas, bahwa film dan iklan film
yang memasuki wilayah teritorial Indonesia, baik melalui darat, laut, maupun
udara, harus melewati proses penyensoran. Adapun media yang digunakan untuk
penayangannya mencakup media apapun yang
bisa digunakan untuk pertunjukan atau penayangan film dan iklan film, termasuk
media internet.
Kata ”wajib” yang ditegaskan dalam Undang-undang Perfilman dan PP Tentang
LSF merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Dengan kata lain, jika
prosedur tersebut tidak dilalui, maka pelaku kegiatan perfilman dan/ atau
pelaku usaha perfilman bisa mendapatkan sanksi. Ini merupakan komitmen
pemerintah dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan
film, sebagaimana dipaparkan dalam UU Perfilman Pasal 57, ayat (3). Di sisi lain yang sama penting, pemerintah
juga senantiasa berkomitmen untuk memajukan perfilman nasional.
Melalui LSF, sebuah film atau iklan film akan dinyatakan lulus atau tidak
lulus sensor. Jika lulus sensor, akan diklasifikasikan katagori usia
penontonnya. Bisa digolongkan untuk kalangan penonton Semua Umur (SU), penonton
berusia 13+, penonton berusia 17+, atau penonton berusia 21+. Setelah
mendapatkan keputusan dari LSF, untuk dapat ditayangkan di media penyiaran
televisi, diatur lagi jam tayangnya oleh Komisi Penyiaran Indonesia secara
lebih rinci. Dalam PP No. 18 Tahun 2014, hanya ada klasifikasi usia 21+ yang diatur.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 36, butir (d), bahwa film yang digolongkan
untuk penonton berusia 21+ hanya boleh ditayangkan pada pukul pukul 23.00 WIB
sampai dengan pukul 03.00 WIB.
Bagaimana dengan film dan iklan film yang ditayangkan di internet? Meski
sudah digolongkan peruntukan usia penontonnya, tetapi internet bisa diakses
kapan saja dan dimana saja selama tersedia jaringannya. Di internet, film yang
digolongkan untuk penonton berusia 21+ pun dapat ditonton pagi atau siang hari.
Maka di sinilah pentingnya sensor mandiri. Dalam menjalankan sensor mandiri,
tentu saja LSF perlu mendapat dukungan masyarakat. Peran orangtua, guru, tokoh
masyarakat, dan elemen masyarakat lainnya, sangat dibutuhkan dalam mensyiarkan
sensor mandiri. Terutama anak-anak, sangat membutuhkan bimbingan orang tua
dalam memilih dan memilah sebuah tayangan yang akan disaksikan. Menonton film
sesuai dengan peruntukkan usia penontonnya, dan tidak perlu ragu untuk menolak
film yang tidak memiliki Surat Tanda Lulus Sensor (STLS). ***
Komentar